Suara.com - Sejauh mata memandang, hamparan tambak mendominasi lanskap Desa Sao Palai, Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sekitar 30 tahun yang lalu tempat ini masih dipenuhi akar-akar mangrove yang kokoh menahan gelombang dan angin laut. Namun, seiring waktu pohon-pohon itu menghilang, tergantikan oleh petakan tambak yang kini menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat adat setempat. Di balik geliat ekonomi ini, ada harga mahal yang harus dibayar yakni kerusakan lingkungan dan ekosistem yang kian rapuh.
Mangrove yang seharusnya menjadi benteng alami terhadap abrasi dan erosi semakin berkurang jumlahnya. Muara Badak sebagai bagian dari kawasan Delta Mahakam kini mengalami kerusakan lingkungan yang mengkhawatirkan. Di tengah situasi yang ini, yayasan Jejak Baik Pohon hadir membawa perubahan. Mereka tak hanya ingin mengembalikan mangrove yang hilang, tetapi juga membantu masyarakat tetap bertahan secara ekonomi.
Dengan dukungan Beasiswa Kemitraan Pendidikan Khusus Disabilitas, 3T dan Komunitas Adat Tahun 2024 dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI, Jejak Baik Pohon menginisiasi program pelatihan dan pemberdayaan bagi masyarakat adat pesisir Muara Badak. Lewat konsep silvofishery, Jejak Baik Pohon memperkenalkan metode yang memungkinkan petani tambak mengelola tambak mereka dengan cara yang lebih berkelanjutan.
“Konsepnya tidak hanya pendidikan dan pemberdayaan ekonomi, tapi juga mempedulikan aspek lingkungan untuk masyarakat adat,” ujar Ketua Yayasan Jejak Baik Pohon, Zulkarnain saat dihubungi Suara.com, Kamis (13/2/2025).
Silvofishery atau wanamina adalah sistem konservasi lingkungan yang menggabungkan penanaman vegetasi hutan mangrove dengan budidaya ikan dan udang. Konsep ini memiliki banyak manfaat, mulai dari membantu melestarikan hutan mangrove, meniciptakan ekosistem alami sebagai sumber makanan sekaligus tempat berlindung ikan dan udang, serta meningkatkan nilai ekonomi masyarakat setempat.
Menurut dokumen The World's Mangroves 1980-2005 yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), sejak tahun 1980 terjadi kehilangan luasan mangrove yang signifikan dari 4.200.000 ha hingga tersisa 2.900.000 ha di tahun 2005. Total luasan hutan mangrove yang hilang selama kurun waktu tersebut sebanyak 1.300.000 ha.
Sementara itu, hasil studi Center for International Forestry Research (CIFOR-ICRAF) tahun 2015 menunjukkan Indonesia telah kehilangan 52.000 hektar hutan mangrove setiap tahunnya selama 30 tahun terakhir. Hal ini diperkuat dengan studi berbasis Analisa Citra Landsat dari NASA, antara tahun 2003 hingga 2020 tercatat laju deforestasi mangrove di Delta Mahakam mencapai 10.155 hektar per tahun. Sementara itu, pertumbuhan tambak dan lahan terbuka meningkat pesat, masing-masing sebesar 3.773 hektar per tahun dan 90,7 hektar per tahun.
Penggundulan hutan mangrove ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan, sebab keberadaan hutan mangrove berfungsi sebagai penghasil oksigen, pencegah abrasi dan penyerap gas karbondioksida. Dampak kerusakan hutan mangrove diperkuat dengan data dari Climate Watch menunjukkan bahwa penggundulan hutan, degradasi lahan gambut, dan perubahan tata guna lahan lainnya menyumbang sekitar sepertiga emisi karbon di Indonesia pada tahun 2020. Lebih jauh lagi, hasil studi CIFOR-ICRAF menyebut deforestasi hutan mangrove di Indonesia menghasilkan 190 juta ton karbondioksida per tahun yang menyumbang 42 persen dari emisi tahunan dunia akibat perusakan ekosistem pesisir.
Kerusakan inilah yang membuat Jejak Baik Pohon merasa terpanggil. Jejak Baik Pohon ingin membantu memperbaiki kerusakan lingkungan di Muara Badak sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat adat sekitar melalui pelatihan dan pembinaan yang didanai oleh Baznas RI.
Program Beasiswa Baznas untuk Masyarakat Adat
Di Indonesia, ada banyak program beasiswa, salah satunya adalah Baznas RI. Baznas adalah lembaga pemerintah non-struktural satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah dan memiliki wewenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional sesuai amanat Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Baznas memiliki fokus mendukung pendidikan masyarakat disabilitas, masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T) dan masyarakat adat melalui program Beasiswa Kemitraan Pendidikan Khusus. Program yang telah bergulir sejak 2021 ini fokus memberikan akses pendidikan yang berkualitas untuk seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali sehingga tidak ada satupun yang tertinggal (no one left behind). Prinsip ini sejalan dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 4 tentang pendidikan bermutu, SDGs nomor 10 tentang mengurangi ketimpangan dan SDGs nomor 17 tentang kemitraan untuk mencapai tujuan.
Selain itu, program beasiswa inklusif ini juga sejalan dengan misi Asta Cita yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka nomor 4, yakni memperkuat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), sians, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender serta penguatan peran perempuan dan penyandang disabilitas; serta Asta Cita nomor 6, yakni membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
“Dengan dana ZIS (zakat, infak, sedekah) dan kerjasama yang simultan akan bisa mengatasi persoalan di 3T, komunitas adat, disabilitas sehingga (dapat) mengurangi kemiskenan ekstrem dan mengangkat fakir miskin bisa setara kehidupannya,” kata Ketua Baznas RI Noor Achmad dalam Seminar Nasional dan Peluncuran Beasiswa Kemitraan Pendidikan Khusus Disabilitas, 3T dan Komunitas Adat yang disiarkan di kanal Youtube Baznas, Kamis (7/11/2024).

Merujuk pada data penghimpunan ZIS unaudited yang dipublikasikan oleh Baznas melalui website resmi, dana ZIS yang terkumpul sejak Januari sampai November 2024 tercatat ada sebanyak Rp1.055.055.941.715 dengan akumulasi penerima manfaat selama kurun waktu tersebut ada sebanyak 2.367.779 jiwa.
Dana yang telah terkumpul disalurkan oleh Baznas untuk para penerima manfaat yang terbagi dalam beberapa program, meliputi program sosial sebanyak 1.720.309 atau 72,65 persen, program kesehatan sebanyak 391.062 jiwa atau 16,52 persen, program pendidikan 119.160 jiwa atau 5,03 persen, program dakwah 81.006 jiwa atau3,42 persen dan program ekonomi 56.241 jiwa atau 2,38 persen.
Ada beberapa program beasiswa yang diberikan oleh Baznas sebagai bentuk penyaluran dana ZIS, yakni beasiswa Cendekia Baznas, beasiswa Riset Baznas, Beasiswa Kemitraan Baznas, beasiswa Santri. Selain beasiswa, ada pula beberapa program unggulan Baznas yang terus berkomitmen memberikan solusi nyata meningkatkan kesejahteraan umat, yakni program Rumah Sehat Baznas, Baznas Microfinance, Kampung Zakat, Santripreneur, Z-Chicken, Z-Mart, Rumah Layak Huni, Baznas Tanggap Bencana dan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting.
Sementara itu, Deputi II Baznas RI Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Imdadun Rahmat menjelaskan, sejak program beasiswa ini diluncurkan, Baznas telah bekerja sama dengan 38 lembaga yang terdiri atas 18 lembaga dengan fokus disabilitas, 11 lembaga yang berada di wilayah 3T dan komunitas adat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di tahun 2024 ini, program beasiswa kemitraan khusus ini mendapatkan antusias tinggi. Hal ini terbukti dengan masuknya 56 lembaga yang mendaftarkan diri sebagai penerima beasiswa. Setelah melalui proses seleksi yang ketat, Baznas memberikan beasiswa kepada 20 lembaga yang fokus pada sektor pendidikan. Lembaga-lembaga terpilih ini terdiri atas lima lembaga yang fokus pada komunitas adat, empat lembaga yang fokus pada wilayah 3T, dan 11 lembaga yang fokus pada disabilitas. Masing-masing lembaga penerima beasiswa akan mendapat bantuan selama satu tahun dalam bentuk hibah sebesar Rp50 juta per lembaga. Dana hibah tersebut bersumber dari dana ZIS.
“Harapannya program yang sangat baik ini bisa betul-betul dimanfaatkan kebaikannya untuk membantu anak-anak generasi kita yang memerlukan supoort mendapatkan akses atau kesempatan pendidikan layak dan berkualitas,” ujar Imdadun Rahmat.

Memperbaiki Lingkungan dan Ekonomi Masyarakat Adat
Jejak Baik Pohon menjadi salah satu dari total 20 lembaga penerima beasiswa kemitraan khusus dari Baznas di tahun 2024. Jejak Baik Pohon telah resmi terdaftar sebagai filantropi atau yayasan di Kementerian Hukum dan HAM RI dan berkantor di Samarinda, Kalimantan Timur.
Yayasan ini memilih lokasi Muara Badak, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur sebagai lokasi pilot project karena wilayah ini merupakan bagian dari Delta Mahakam yang kaya akan keanekaragaman hayati dan non hayati, namun terancam rusak akibat pembabatan hutan mangrove yang digantikan dengan tambak. Terlebih masyarakat adat Muara Badak juga mulai mengeluhkan adanya penurunan produktivitas tambak, kualitas air makin buruk, munculnya gulma nase, penyakit white spot dan ketersediaan pakan alami untuk udang yang semakin rendah. Padahal, tambak merupakan mata pencaharian utama masyarakat adat setempat.
Meski demikian, masyarakat adat Muara Badak tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni untuk memperbaiki situasi alam dan ekonomi yang mereka hadapi. Oleh karena itulah, Jejak Baik Pohon bersama Baznas hadir untuk memberikan bantuan pendidikan dan pemberdayaan yang berkelanjutan kepada masyarakat adat Muara Badak.
Zulkarnain selaku Ketua Yayasan Jejak Baik Pohon mengatakan, wanamina memang menjadi solusi terbaik untuk memperbaiki kualitas lingkungan sekaligus perekonomian masyarakat. Sayangnya, masyarakat adat masih belum memahami konsep ini dengan benar, sehingga perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan agar program wanamina ini bisa berkelanjutan.
Program ini akan dilakukan dengan membuat demonstrasi plot (demplot) seluas dua ha di desa tersebut. Selanjutnya, wilayah tersebut akan ditanami 1.600 bibit mangrove dengan pola kombinasi dan skema budidaya polikultur yang terdiri dari ikan bandeng, udang windu dan rumput laut sango-sango (Gracilaria sp). Total ada 26 petani tambak yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Ramah Lingkungan yang akan dibina dalam program ini.
“Ujungnya akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat adat,” kata Zulkarnain.

Nantinya, di lahan yang ditanami 1.600 bibit mangrove itu akan diberikan 20.000 benih udang windu, 6.000 ikan bandeng dan dua ton rumput laut sango-sango. Menurut perhitungan, dari 20.000 benih udang windu yang disebar, biasanya sekitar 70 sampai 80 persen yang bisa bertahan dan bisa dipanen dalam waktu kurang lebih empat bulan. Diproyeksikan sekitar 1.070 kilogram udang windu yang bisa dijual sehingga petani tambak bisa untung sekitar Rp107 juta, dengan harga jual udang windu sebesar Rp100 ribu per kilogramnya. Begitu pula dengan ikan bandeng dan rumput laut sango-sango, masing-masing bisa menghasilkan Rp76 jutaan Rp56 jutaan dalam sekali panen.
"Jadi estimasi perhitungan kita selama kurang lebih delapan bulan bisa menghasilkan Rp240 jutaan yang didapatkan masyarakat adat dari wanamina ini," ujar Zulkarnain.
Selama satu tahun, Jejak Baik Pohon akan membina masyarakat adat Muara Badak melalui tahap prabudidaya yang terdiri dari sosialisasi teknis, workship dan persiapan lahan budidaya, lalu tahap budidaya yang meliputi seleksi benih ikan, udang dan bibit rumput laut, penebaran benih, pemeliharaan dan monitoring serta pengawasan dan pengendalian kualitas air.
Selanjutnya ke tahap akhir yakni pascabudidaya, yang meliputi panen, pemasaran dan evaluasi serta pelaporan. Setelah program selesai diharapkan masyarakat bisa melakukan budidaya secara mandiri berbekal pendidikan komprehensif yang telah diberikan oleh Jejak Baik Pohon.
Dalam menjalankan program ini, Zulkarnain melakukan penyaringan para petani tambak yang akan dibinanya dengan hati-hati. Hal ini untuk memastikan dana ZIS yang diberikan dari Baznas benar-benar tersalurkan ke sasaran tepat.
Masyarakat adat Muara Badak mayoritas bekerja sebagai petani tambak dan nelayat laut. Dalam sebulan, penghasilan yang didapatkan mereka tidak sampaii Rp5 juta. Penghasilan yang didapatkan sekarang semakin kecil seiring dengan perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem dan kerusakan mangrove. Para nelayan terpaksa tidak melaut dan hasil panen petani tambak menurun drastis.
Kondisi diperparah dengan taraf pendidikan masyarakat adat Muara Badak yang tergolong masih rendah. Zulkarnain mengaku menemui banyak petani tambak dan nelayan laut merupakan lulusan SD atau SMP.
"Dari segi kesejahteraan masih jauh, pendidikan juga masih rendah. Jadi mereka sangat terbantu dengan bantuan beasiswa Baznas ini," ujar Zulkarnain.

Zulkarnain bercerita, saat ia dan timnya melakukan survei ke Muara Badak membawa kabar bantuan beasiswa Baznas, masyarakat setempat sangat senang dan antusias menyambut program yang akan dijalankan. Terlebih program tersebut memberikan manfaat yang besar untuk alam dan perekonomian masyarakat.
"Mereka sudah bersiap menyiapkan fasilitas buat pelatihan, antusias menggerakkan massa. Mereka sangat terbuka menyambut Jejak Baik Pohon dan Baznas," ujar Zulkarnain.
Dengan bantuan dana zakat yang dikumpulkan oleh Baznas, Zulkarnain berharap dapat membantu melestarikan alam dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Saat ini Jejak Baik Pohon sedang mematangkan program pelatihan dan pelestarian alam ini, ia berharap program ini akan segera dimulai dalam waktu dekat.
Zulkarnain dan tim berencana menjadikan program ini sebagai program yang berkelanjutan, tidak hanya dilakukan selama mendapatkan bantuan dana dari Baznas saja melainkan bisa terus bergulir dan menular ke daerah lainnya.
Menularkan Kebaikan, Melahirkan Muzaki
Mimpi Jejak Baik Pohon menjadikan wanamina berkelanjutan di Muara Badak dan menular ke berbagai wilayah lain di Indonesia ternyata juga diharapkan oleh para peneliti sebelumnya.
Pada tahun 2023, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset bekerja sama dengan organisasi iklim CarbonEthics terkait penerapan wanamina untuk kelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat pesisir yang terdampak perubahan iklim. Hasil riset menunjukkan implementasi wanamina terbukti meningkatkan kemampuan tanaman mangrove sebanyak lima kali lebih besar dibandingkan dengan hutan terestrial.
Tak hanya sampai di situ, wanamina juga memberikan dampak ganda berupa penambahan serapan karbon dari rumput laut. Keunggulan lainnya yang didapat adalah peningkatan pendapatan masyarakat pesisir dari budidaya rumput laut yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi.
"Wanamina memiliki banyak keunggulan. Saya harap ini awal menjalin potensi kerjasama pada bidang lain yang berujung pada tingginya nilai kemanfaatan bagi masyarakat," kata Plt. Kepala PRLTB BRIN Handy Chandra, (18/12/2023).
Zulkarnain mengaku, mimpi besarnya lewat program wanamina bersama Baznas ternyata tidak hanya sebatas menciptakan keberlanjutan. Dengan lingkungan alam yang semakin membaik, perekonomian meningkat, Zulkarnain berharap masyarakat adat yang telah pulih secara ekonomi bisa menyalurkan zakat mereka ke lembaga resmi, yakni Baznas. Harapannya, aliran dana zakat yang tiada putusnya bisa memberikan manfaat lebih luas lagi untuk masyarakat yang membutuhkan di seluruh penjuru negeri.
"Kalau ekonominya sudah maju, masyarakat menghasilkan (uang) berkelanjutan, mereka bisa turut serta menyalurkan zakat atau jadi muzaki," ujar Zulkarnain.