Suara.com - Dua fisikawan asal Prancis dijatuhi hukuman delapan bulan penjara setelah melemparkan botol berisi nitrogen cair ke Konsulat Rusia di Marseille sebagai bentuk protes terhadap invasi Moskow ke Ukraina. Meski demikian, mereka diizinkan menjalani hukuman dengan mengenakan tanda elektronik.
Georges Sitja (59) dan Vasile Heresanu (48), yang bekerja di Pusat Riset Ilmiah Nasional Prancis (CNRS), mengakui telah melemparkan tiga botol berisi nitrogen cair ke gedung konsulat pada peringatan tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina, Senin lalu. Tindakan ini membuat Moskow menuding bahwa misi diplomatiknya di Marseille menjadi sasaran "serangan teroris".
Kedua fisikawan tersebut segera ditangkap dalam aksi demonstrasi pro-Ukraina dan dilarang mendekati Konsulat Rusia serta membawa senjata selama lima tahun ke depan. Saat ini, mereka harus menghabiskan malam di penjara sebelum hukuman mereka disesuaikan dengan pemakaian gelang elektronik.
Menurut laporan kepolisian Prancis, dua dari tiga botol yang dilemparkan jatuh di atap tempat parkir konsulat dan menyebabkan ledakan. Beruntung, tidak ada korban luka maupun kerusakan yang dilaporkan. Polisi sempat menyebut bahwa alat peledak rakitan telah digunakan dalam insiden tersebut.
Baca Juga: Korea Utara Kirim Tambahan Pasukan ke Rusia, Ditempatkan di Garis Depan Kursk
Sidang kasus ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk Konsul Jenderal Rusia di Marseille, Stanislav Oranskiy, dan perwakilan dari CNRS. Oranskiy menilai insiden ini sebagai "serangan teroris", sementara jaksa Prancis, Olivier Redon, menyatakan bahwa tindakan Sitja dan Heresanu lebih mencerminkan perilaku "orang-orang jujur" yang tidak bermaksud menciptakan bahaya serius.
"Aspek terorisnya seperti botolnya, ia meledak," kata Redon dalam persidangan, menegaskan bahwa tindakan tersebut tetap melanggar norma internasional.
Ia menuntut hukuman satu tahun penjara dengan pemakaian tanda elektronik.
Dalam persidangan, Sitja mengaku bahwa tindakannya adalah bentuk kepedulian terhadap situasi global, terutama karena istrinya merupakan warga keturunan Ukraina.
"Istri saya mengatakan bahwa ini ide yang sangat buruk, tetapi saya sudah berpikir panjang agar prosedurnya tetap aman," ujarnya.
Baca Juga: Trump Batalkan Pertemuan Uni Eropa, Ketegangan AS-Eropa Meningkat Dramatis
Sementara itu, Heresanu, pria asal Rumania yang menjadi warga negara Prancis, mengungkapkan bahwa ia ingin "membuat kegaduhan" untuk menarik perhatian terhadap situasi dunia yang memburuk. Ia menyebut konflik Rusia-Ukraina dan hasil pemilu Amerika Serikat yang mengembalikan Donald Trump ke tampuk kekuasaan sebagai tanda-tanda yang mengkhawatirkannya. "Saya benar-benar kewalahan dan menyesali tindakan saya," katanya.
Pengacara kedua fisikawan, Rami Chahine, membela kliennya dengan menekankan bahwa mereka bukanlah kriminal, melainkan "orang-orang yang sangat cemas" terhadap kondisi dunia saat ini.
Pihak CNRS mengecam tindakan kedua ilmuwan tersebut dengan menyebut insiden ini sebagai serangan dan menuduh mereka telah menyalahgunakan produk ilmiah. Sementara itu, Komite Investigasi Rusia membuka penyelidikan terhadap kasus ini dengan tuduhan serangan terhadap orang atau lembaga yang mendapat perlindungan internasional, yang di Rusia dapat dihukum hingga 20 tahun penjara.