![Direktur Etika dan Tata Kelola KORIKA, Nur Anis Handayati [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/27/66422-direktur-etika-dan-tata-kelola-korika-nur-anis-handayati.jpg)
Selain regulasi, KORIKA menekankan bahwa penegakan etika AI tidak bisa dilepaskan dari perlindungan data pribadi.
"Sebelum bicara tentang etika AI, kita harus bicara soal privasi data. Semakin tingginya perkembangan teknologi digital, data menjadi sesuatu yang sangat berharga dan harus diatur," jelasnya.
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022. Meski begitu, penerapannya dinilai masih menghadapi tantangan, terutama dalam penegakan hukum dan kelembagaan.
"Negara-negara seperti Uni Eropa, Singapura, dan China telah memiliki lembaga independen yang mengawasi perlindungan data pribadi. Indonesia perlu memastikan bahwa kelembagaan ini benar-benar independen dan kredibel," katanya.
Nur Anis juga menyoroti pentingnya teknologi pendukung seperti Privacy Enhancing Technology (PET) yang sudah diterapkan di negara lain.
"Semakin tinggi pertumbuhan digital, semakin besar kebutuhan terhadap data. Akan sangat baik jika ada ruang data yang aman dan bisa digunakan bersama untuk pengambilan keputusan bisnis, politik, dan lainnya," paparnya.
Dalam membangun ekosistem AI yang beretika, perlu ada pendekatan yang komprehensif pada setiap tahapan siklus hidup AI.
"Etika AI itu complicated karena setiap tahapannya harus diimplementasikan dengan standar yang tepat. Beberapa organisasi internasional seperti OECD dan UNESCO sudah merumuskan etika AI, tetapi implementasi di lapangan tetap menjadi tantangan," ujarnya.
Menurut KORIKA, Indonesia tidak hanya membutuhkan regulasi, tetapi juga mekanisme penegakan yang kuat.
Baca Juga: PKB: AI Bukan Ancaman, Tapi Kunci Ekonomi Inklusif Indonesia
"Undang-undang saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah law enforcement, menghadirkan kelembagaan independen dan kredibel, serta implementasi teknologi perlindungan data pribadi dengan baik," tegasnya.