Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan kritik tajam terhadap Uni Eropa, menuduh blok tersebut sengaja dibentuk untuk “merugikan” kepentingan AS. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kabinet perdananya sejak kembali ke Gedung Putih, di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan sekutu-sekutu Eropanya.
"Mari kita jujur, Uni Eropa dibentuk untuk merugikan Amerika Serikat," kata Trump kepada wartawan.
"Itulah tujuannya, dan mereka telah berhasil melakukannya. Tapi sekarang saya presiden." lanjutnya.
Pernyataan ini menandai peningkatan ketegangan yang sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir, terutama setelah Trump mengubah kebijakan AS terhadap dukungan bagi Ukraina dan hubungan transatlantik.
Baca Juga: Donald Trump Bagikan Video AI 'Gaza 2025' yang Penuh Kontroversi
Dalam pertemuan tersebut, Trump mengumumkan bahwa pemerintahannya akan segera memberlakukan tarif baru sebesar 25 persen terhadap berbagai produk dari Uni Eropa. Langkah ini dipicu oleh defisit perdagangan AS dengan blok tersebut, yang menurut data resmi mencapai $235,6 miliar pada tahun lalu.
"Uni Eropa benar-benar telah mengambil keuntungan dari kita," ujar Trump, menegaskan bahwa kebijakan dagangnya akan lebih tegas dalam membela kepentingan AS.
Ia mengonfirmasi bahwa tarif tersebut akan mencakup berbagai sektor, termasuk otomotif—sebuah pukulan telak bagi ekonomi Jerman yang bergantung pada ekspor kendaraan.
Ketegangan ini semakin menambah ketidakpastian hubungan ekonomi antara AS dan Uni Eropa, yang selama beberapa dekade terakhir telah menjadi mitra dagang utama bagi Washington.
Selain masalah perdagangan, hubungan AS dan Uni Eropa juga tengah diuji oleh perbedaan sikap terhadap perang di Ukraina.
Baca Juga: Trump Optimis 'Kartu Emas' Senilai Rp78 Miliar untuk Imigran Kaya Bisa Lunasi Utang Nasional
Trump menegaskan bahwa Eropa harus mengambil alih tanggung jawab keamanan Ukraina, bukan AS. Pernyataan ini disampaikan menjelang kedatangan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke Washington untuk menandatangani perjanjian kontroversial yang akan memberikan AS kontrol atas sebagian besar sumber daya mineral Ukraina.
Sikap Trump terhadap Ukraina juga tampak dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB baru-baru ini, di mana AS secara mengejutkan mendukung resolusi yang menyerukan diakhirinya perang tanpa menyebutkan kedaulatan wilayah Ukraina—sebuah posisi yang berseberangan dengan hampir semua sekutu Eropa.
Dalam perkembangan lain, kunjungan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas ke Washington yang sedianya mencakup pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, tiba-tiba dibatalkan dengan alasan masalah jadwal.
Sebaliknya, Trump memilih untuk bertemu Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin dan akan bertemu Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada Kamis.
Di Eropa, pernyataan Trump memicu reaksi dari para pemimpin politik. Kanselir Jerman terpilih Friedrich Merz, seorang pendukung aliansi transatlantik, memperingatkan bahwa Eropa tidak boleh terlalu bergantung pada AS dalam hal pertahanan.
"Kita harus bergerak cepat untuk mencapai kemandirian dalam pertahanan," ujar Merz dalam sebuah wawancara.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang menegaskan bahwa meskipun NATO tetap menjadi prioritas, negara-negara Eropa harus meningkatkan anggaran pertahanan mereka sendiri.
"Kami tidak meminta mereka untuk berjalan sendiri. Kami hanya meminta mereka untuk berbuat lebih banyak. Itu benua mereka, bukan?" kata Rubio dalam wawancara dengan Fox News.
Dengan meningkatnya ketegangan di kedua sisi Atlantik, kebijakan Trump terhadap Uni Eropa tampaknya akan semakin menguji hubungan AS dengan sekutunya dalam waktu dekat.