Semakin Banyak Pekerja Australia Kembali ke Kantor, Apa Sebab Tren Bekerja dari Rumah Mulai Pudar?

Bella Suara.Com
Kamis, 27 Februari 2025 | 04:05 WIB
Semakin Banyak Pekerja Australia Kembali ke Kantor, Apa Sebab Tren Bekerja dari Rumah Mulai Pudar?
Ilustrasi pekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tren bekerja dari rumah di Australia tampaknya semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang mewajibkan karyawannya kembali bekerja di kantor lima hari dalam seminggu. Kebijakan ini menciptakan "efek domino" di kalangan dunia usaha, di mana semakin banyak perusahaan yang mengikuti langkah serupa.

Menurut survei yang dilakukan oleh firma perekrutan Robert Half terhadap 500 pengusaha Australia, sebanyak 39 persen bisnis telah mewajibkan karyawan bekerja penuh waktu di kantor pada tahun 2025. Angka ini meningkat sebesar 3 persen dari tahun sebelumnya. Rata-rata jumlah hari kerja di kantor yang diwajibkan juga mengalami kenaikan dari 3,43 menjadi 3,64 hari per minggu.

“Perusahaan menengah hingga besar yang mewajibkan empat hingga lima hari kerja di kantor memiliki efek domino pada perusahaan lain,” kata Direktur Robert Half, Nicole Gorton.

Sementara itu, perusahaan berskala kecil justru memanfaatkan tren ini sebagai daya tarik bagi para pencari kerja dengan tetap menawarkan fleksibilitas kerja, termasuk opsi bekerja jarak jauh sepenuhnya.

Baca Juga: Australia Bisa Kehilangan 2 Pemain Lagi saat Jumpa Timnas Indonesia, Salah Satunya Kapten!

"Mereka tidak selalu memiliki kapasitas untuk menaikkan remunerasi, sehingga mereka akan memanfaatkan tunjangan seperti fleksibilitas kerja," tambah Gorton.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa 22 persen bisnis mewajibkan karyawan masuk empat hari dalam seminggu, sementara 20 persen memberlakukan tiga hari kerja di kantor. Hanya 8 persen perusahaan yang mengizinkan karyawan untuk bekerja dari rumah dua hari dalam seminggu, turun dari 13 persen pada tahun sebelumnya.

Bahkan, hanya 4 persen bisnis yang masih mempertahankan kebijakan satu hari kerja di kantor, dan hanya 7 persen yang mengizinkan pekerja bekerja sepenuhnya dari rumah, turun dari 9 persen pada 2024.

Selain itu, 84 persen responden survei mengaku terpengaruh oleh keputusan perusahaan lain yang mewajibkan karyawan kembali ke kantor. Sebanyak 63 persen juga menyatakan bahwa penolakan dari karyawan terhadap kebijakan ini semakin menurun lima tahun setelah pandemi COVID-19.

"Ketika para pekerja kembali menyesuaikan diri dengan cara kerja sebelum pandemi dan melihat perusahaan lain menerapkan kebijakan serupa, mereka tidak lagi ragu untuk mematuhinya," ungkap Gorton.

Baca Juga: Overstay dan Masalah Izin Kerja, 133 WNI Dipulangkan dari Malaysia usai Jalani Hukuman

Kebijakan kembali ke kantor tidak diterima begitu saja oleh semua pekerja. Di beberapa wilayah seperti Victoria, penolakan dari karyawan lebih tinggi dibandingkan negara bagian lain. Sebanyak 13 persen pengusaha di Victoria melaporkan peningkatan ketidakpuasan terhadap kebijakan ini sejak tahun lalu.

Gorton juga mencatat bahwa beberapa pekerja menuntut kenaikan gaji hingga 20 persen sebagai kompensasi atas waktu dan biaya perjalanan yang harus mereka keluarkan untuk kembali bekerja di kantor. “Beberapa pekerja berkata, 'Saya ingin kenaikan gaji dan saya akan kembali ke kantor,'” ujar Gorton.

Sebagian pekerja merasa bahwa waktu yang mereka korbankan untuk perjalanan atau waktu senggang tidak sebanding dengan keharusan bekerja di kantor.

"Bagi kelompok ini, mereka berkata, 'Bayar saya. Saya akan datang, tetapi buatlah itu sepadan dengan usaha saya,'" jelas Gorton.

Di sektor pemerintahan, pegawai negeri federal di Canberra masih menikmati fleksibilitas bekerja dari rumah berkat kesepakatan yang dicapai oleh Community and Public Sector Union (CPSU) pada tahun 2023. Namun, pihak oposisi telah mengisyaratkan rencana untuk mewajibkan pegawai negeri kembali bekerja di kantor jika mereka memenangkan pemilu mendatang.

Di tingkat global, fenomena serupa juga terjadi. Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Januari 2025 yang mewajibkan pekerja federal kembali bekerja di kantor penuh waktu. Kebijakan ini sejalan dengan pandangan CEO JP Morgan Chase, Jamie Dimon, yang mengkritik praktik kerja jarak jauh sebagai hambatan bagi perkembangan karier dan produktivitas pekerja.

Dengan semakin banyak perusahaan yang menerapkan kebijakan kembali ke kantor, masa depan kerja jarak jauh di Australia tampaknya semakin tidak pasti. Apakah tren ini akan terus berlanjut atau ada peluang bagi kebijakan hybrid untuk tetap bertahan, masih menjadi pertanyaan bagi dunia kerja di masa mendatang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI