Menurut Rocky, pemimpin memang seharusnya tidak boleh kehilangan sikap kritis hanya demi menjaga relasi politik.
Ia mengakui keberanian AHY dalam mengungkap fakta-fakta tersebut di hadapan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi sekaligus Wakil Presiden, menunjukkan sikap politik yang tegas.
"Yang paling bagus adalah, AHY menyebutkan itu dan tanpa ragu. Dia tahu bahwa di depannya ada Mas Gibran sebagai wakil presiden. Tetapi etikanya adalah seseorang tidak boleh ditutup pikirannya hanya karena basa-basi feodalisme," ujar Rocky.
Menurutnya, sikap ini menjadi pelajaran etik dalam politik.
"Jadi bagus bila pemimpin, kendati ada di dalam kekuasaan, mau mengkritik kekuasaan yang sebelumnya berupaya untuk membatalkan ide-ide demokrasi," imbuhnya.
Rocky menambahkan bahwa Partai Demokrat, melalui pidato SBY dan AHY, tengah berupaya untuk meluruskan kembali jalannya reformasi.
Salah satunya, poin penting yang pernah disampaikan SBY mengenai posisi militer yang seharusnya tetap berada dalam koridor pertahanan dan tidak masuk ke dalam ranah sipil.
"SBY mengingatkan kembali bahwa tidak boleh ada militer di dalam wilayah-wilayah sipil," kata Rocky.
Pernyataan ini menjadi kritik tersirat terhadap dinamika politik belakangan ini, di mana ramainya isu kembalinya dwi fungsi ABRI dalam masa pemerintahan Prabowo.
Rocky menilai bahwa Partai Demokrat sedang menegaskan kembali posisinya sebagai partai yang tetap memegang prinsip demokrasi dan berani mengkritik kekuasaan, bahkan di tengah hubungan politik yang semakin kompleks pasca-Pemilu 2024. (Kayla Nathaniel Bilbina)