Kerugian Negara Akibat Korupsi Pertamina Berpotensi Bertambah, Rp193,7 Triliun Hanya Kerugian di 2023

Rabu, 26 Februari 2025 | 14:10 WIB
Kerugian Negara Akibat Korupsi Pertamina Berpotensi Bertambah, Rp193,7 Triliun Hanya Kerugian di 2023
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kedua kiri) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya penambahan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Sejauh ini, Kejagung menyebut kerugian negara yang terjadi pada tahun 2023, sebesar Rp193,7 triliun.

“Kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin yang sudah disampaikan di rilis, itu Rp193,7 triliun. Itu tahun 2023,” kata Harli di Kejaksaan Agung, Rabu (26/2/2025).

“Makanya kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih,” lanjut Harli.

Namun dalam penghitungan kerugian keuangan negara, kata Harli, pihaknya harus melibatkan ahli keuangan. Saat ini angka kerugian yang disampaikan oleh pihak penyidik merupakan taksiran kerugian sementara yang dihitung oleh ahli.

“Tetapi kan kita sampaikan bahwa tentu ahli keuanganlah yang akan menghitungnya berapa besar nanti kerugian itu karena ini adalah, di awal juga kita sampaikan, ini adalah perkiraan antara penyidik dengan ahli sementara,” jelasnya.

Harli menjelaskan, ada beberapa modus yang dilakukan oleh para tersangka yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Di antaranya dengan melakukan impor minyak mentah, meskipun komoditas minyak dalam negeri masih tercukupi.

Modus lainnya, pihak Pertamina Patra Niaga melakukan dugaan manipulasi dengan pengadaan impor produk kilang minyak dengan kadar oktan atau Ron 92 alias pertamax. Namun yang didatangkan adalah jenis bahan bakar dengan oktan 90 atau pertalite. Akan tetapi yang dibayarkan oleh pihak Pertamina seharga bahan bakar kadar oktan 92.

Direktur optimasi feedstok dan produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Direktur optimasi feedstok dan produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

7 Tersangka

Baca Juga: Warga: Jangan Sombong Kalau Isi Pertamax, Karena Ternyata Isinya Pertalite

Sebelumya Kejaksaan Agung telah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI