Suara.com - Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan pada Selasa bahwa enam bayi baru lahir telah meninggal dunia dalam sepekan terakhir akibat cuaca dingin ekstrem yang melanda wilayah Palestina yang hancur akibat perang.
"Akibat gelombang udara dingin yang parah dan kurangnya sistem pemanas yang memadai, kami mencatat enam kematian bayi baru lahir selama sepekan terakhir hingga hari ini," kata juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, kepada AFP.
Fenomena cuaca ekstrem ini terjadi di tengah suhu yang anjlok hingga nol derajat Celsius (32 derajat Fahrenheit) dalam beberapa hari terakhir, seiring dengan gelombang udara dingin yang melanda kawasan Mediterania timur. Para ahli meteorologi memperingatkan bahwa cuaca dingin ini berisiko semakin memperburuk kondisi kehidupan para pengungsi di Gaza, yang saat ini hidup dalam keterbatasan ekstrem.
![Kondisi di Gaza akibat serangan Israel kepada Hamas. [ANTARA/Anadolu/py/am]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/01/16/25590-gaza.jpg)
Meskipun gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama beberapa minggu memungkinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, ratusan ribu warga Palestina masih terpaksa tinggal di tenda-tenda darurat. Banyak dari mereka kehilangan tempat tinggal akibat serangan militer Israel yang menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.
Baca Juga: Serangan Udara Israel Guncang Damaskus, Picu Ketegangan Baru di Suriah Selatan
Banyak keluarga kini bertahan hidup di antara puing-puing rumah mereka, tanpa akses yang memadai terhadap tempat berlindung yang aman, bahan bakar untuk pemanas, atau pakaian tebal yang diperlukan untuk menghadapi suhu yang sangat dingin. Kondisi ini menjadi lebih berbahaya bagi bayi baru lahir dan anak-anak kecil, yang lebih rentan terhadap hipotermia dan penyakit yang berhubungan dengan cuaca dingin.
Organisasi kemanusiaan telah berulang kali memperingatkan bahwa musim dingin tahun ini dapat menjadi bencana bagi para pengungsi di Gaza jika mereka tidak segera mendapatkan bantuan yang memadai, terutama dalam bentuk tempat tinggal yang lebih layak dan peralatan pemanas.
Hamas menuduh Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematian bayi-bayi tersebut, dengan alasan bahwa Israel telah menghalangi masuknya bahan-bahan perlindungan dan bantuan penting ke Gaza.
"Kami menyerukan kepada para mediator untuk segera bertindak menghentikan pelanggaran perjanjian gencatan senjata oleh penjajah dan memfasilitasi masuknya pasokan penting seperti tempat tinggal, pemanas, serta peralatan medis darurat ke Gaza," kata Hamas dalam pernyataannya.
Kelompok tersebut menegaskan bahwa pembatasan yang diberlakukan Israel terhadap masuknya bantuan kemanusiaan, terutama bahan bangunan dan perlengkapan pemanas, telah memperburuk penderitaan rakyat Palestina yang sudah berada dalam kondisi sangat sulit akibat perang yang berkecamuk sejak Oktober 2023.
Baca Juga: Situs Tersuci Ketiga Umat Islam 'Masjid Al-Aqsa' Dalam Genggaman Israel
Hamas juga menekankan bahwa komunitas internasional, terutama negara-negara yang terlibat dalam mediasi gencatan senjata seperti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, harus mengambil langkah cepat untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar warga Gaza dapat terpenuhi, terutama bagi kelompok rentan seperti bayi dan anak-anak kecil.