Qohar menuturkan, penolakan ini dilkukan dengan berbagai alasan, diantaranya produksi minyak mentah oleh K3S tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan oleh K3S masih masuk range harga HBS.

Kemudian, produksi minyak mentah K3S dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek. Namun faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai dengan spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.
“Jadi kerjasama antara pemerintah dengan pihak K3S kontraktor untuk kerja pelaksanaan ini ada bagian minyak yang sebagian bagian K3S dan sebagian bagian negara atau pertamina,” jelasnya.
Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh K3S ditolak dengan dua alasan tersebut, lanjut Qohar, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor.
Jadi, bagian K3S tadi karena ditolak dengan alasan tidak sesuai dengan spek, harganya tidak sesuai dengan HBS, maka secara otomatis bagian K3S harus diekspor ke luar negeri.
“Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka kilang pertamina internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang,” ucap Qohar.
Akibat pembelian yang dilakukan dengan cara impor, terdapat selisih harga yang signifikan.
“Pada saat K3S mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, maka pada saat yang sama PT Pertamina mengimpor minyak mentah dan produk kilang,” ungkapnya.
Qohar mengatakan, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat atau mens rea antara penyelenggaraa negara yaitu tersangka SDS, AP, RS, dan JF bersama dengan broker yaitu tersangka MK, DW, dan GRJ.
Baca Juga: Danantara Diminta Tak Sembarangan Berinvestasi, Jangan Cuma Incar Untung Finansial!
Sebelum terlaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.