Suara.com - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan pada Minggu (23/2) bahwa Israel tidak akan menerima kehadiran pasukan pemerintah baru Suriah di wilayah selatan negara itu. Ia juga menuntut demiliterisasi penuh di beberapa provinsi dekat perbatasan Israel.
"Kami tidak akan mengizinkan pasukan dari organisasi HTS atau tentara baru Suriah memasuki wilayah selatan Damaskus," kata Netanyahu dalam sebuah upacara militer. Pernyataannya merujuk pada kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang memimpin serangan oposisi hingga menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada Desember lalu.
Netanyahu juga menegaskan bahwa Israel menginginkan wilayah selatan Suriah, termasuk provinsi Quneitra, Daraa, dan Suwayda, benar-benar bebas dari kehadiran militer.
"Kami menuntut demiliterisasi penuh di wilayah selatan Suriah," ujarnya.
Baca Juga: 4 Fakta Anggun C Sasmi Dituduh Zionis, Kini Dibantah Keras hingga Bawa-bawa UU ITE
Pada hari yang sama ketika al-Assad terguling, Israel mengumumkan bahwa pasukannya telah memasuki zona penyangga yang selama ini dipatroli oleh PBB di Dataran Tinggi Golan. Wilayah ini telah menjadi perbatasan de facto antara Israel dan Suriah sejak perjanjian gencatan senjata tahun 1974.
Dataran Tinggi Golan sendiri direbut Israel dari Suriah dalam Perang Enam Hari tahun 1967 dan kemudian dianeksasi pada 1981, meskipun langkah tersebut tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.
Netanyahu menegaskan bahwa kehadiran militer Israel di zona penyangga tidak akan bersifat sementara.
"Pasukan Israel akan tetap berada di sana untuk jangka waktu yang tidak terbatas guna melindungi komunitas kami dan menggagalkan ancaman apa pun," katanya.
Selama lebih dari satu dekade perang saudara di Suriah, Israel telah melancarkan ratusan serangan udara terhadap sasaran militer di negara itu, terutama yang berkaitan dengan Iran dan kelompok militan pro-Iran.
Baca Juga: Difitnah Dukung Israel, Anggun C Sasmi Bakal Lapor Polisi
Setelah penggulingan al-Assad, Israel semakin meningkatkan serangannya terhadap aset militer Suriah. Netanyahu mengklaim bahwa tindakan ini bertujuan untuk mencegah senjata dan fasilitas strategis jatuh ke tangan musuh yang berpotensi mengancam keamanan Israel.
Kebijakan Israel terhadap Suriah tetap menjadi salah satu faktor utama yang menentukan dinamika geopolitik di kawasan Timur Tengah, terutama setelah perubahan besar dalam kepemimpinan Suriah.