Suara.com - Evaluasi tahunan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan adanya capaian signifikan, namun tantangan birokrasi, regulasi digital, serta pendanaan masih menjadi kendala dalam pelaksanaannya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bidang Politik, Irine Gayatri, menegaskan bahwa RAN PE dirancang dengan pendekatan kolaboratif.
Dalam pelaksanaannya, BNPT bekerja sama dengan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah untuk kampanye kontra-radikalisasi.
Sementara itu, organisasi masyarakat sipil seperti The Wahid Foundation, berfokus pada anak, perempuan, dan pemuda dalam upaya pencegahan ekstremisme.
"BNPT juga memprioritaskan perlindungan anak dengan melibatkan LSM yang dipimpin perempuan dan kelompok keagamaan," kata Irine di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025).
Strategi digital juga menjadi aspek penting dalam upaya pencegahan ekstremisme.
Tiga pendekatan utama diterapkan dalam strategi ini. Pertama, kampanye kontra-narasi untuk menantang ideologi ekstremis di media sosial.
Kedua, kemitraan teknologi untuk mengidentifikasi serta menghapus konten ekstremis daring. Ketiga, peran masyarakat sipil dalam kontra-ekstremisme digital.
Di bidang deradikalisasi dan reintegrasi, BNPT mengembangkan tiga strategi utama.
Baca Juga: BNPT Perkuat Strategi Anti-Terorisme, Gandeng Masyarakat Sipil di RAN PE Fase 2
"Rehabilitasi di penjara telah diperluas untuk memastikan pelepasan ideologis. Selain itu, proyek seperti 'STRIVE Juvenile Indonesia' memberikan dukungan psikologis kepada anak-anak yang kembali, dan program reintegrasi bagi mantan ekstremis agar mereka dapat kembali ke masyarakat secara efektif," jelas Irine.