Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Andalas, Sumatera Barat (Sumbar), Khairul Fahmi, menyebut instruksi Megawati Soekarnoputri yang melarang kepala daerah dari PDIP mengikuti pembekalan atau retret di Akademi Militer (Akmil) tidak akan menyebabkan disharmoni antara pemerintah pusat dan daerah.
"Saya rasa larangan ini tidak akan menimbulkan hubungan kurang baik atau disharmoni antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah," ujar Khairul Fahmi, Jumat (21/2/2025).
Diketahui, Ketua Umum PDI Perjuangan, yang juga Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, menginstruksikan kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti retret di Akmil, Magelang, Jawa Tengah. Instruksi ini muncul setelah Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis malam (20/2/2025).
Khairul Fahmi menjelaskan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sudah memiliki aturan yang jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam regulasi tersebut, gubernur, bupati, dan wali kota merupakan kepala pemerintahan otonom dengan kewenangan yang telah diatur.
"Konstitusi menjamin bahwa gubernur, bupati, dan wali kota memiliki kewenangan sebagai kepala pemerintahan daerah otonom, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," jelasnya.
Terkait larangan ini, Fahmi menilai bahwa keputusan Megawati Soekarnoputri sepenuhnya merupakan bagian dari sikap politik partai. Sebagai Ketua Umum, Megawati diyakini memiliki berbagai pertimbangan sebelum mengeluarkan instruksi tersebut.
Instruksi tertuang dalam surat resmi PDIP bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Megawati Soekarnoputri pada Kamis (20/2/2025).
Dalam surat tersebut, kepala daerah yang dijadwalkan mengikuti retret di Magelang pada 21–28 Februari 2025 diminta menunda keberangkatan atau, jika sudah dalam perjalanan, segera menghentikan perjalanan dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum PDIP. (antara)