Suara.com - Aksi Kamisan ke-852 kembali digelar di depan Istana, menandai perjuangan para korban pelanggaran HAM dan rakyat yang terus mempertanyakan arah kebijakan pemerintah.
Massa aksi tak hanya menyoroti kasus-kasus HAM yang belum terselesaikan, tetapi juga kebijakan kontroversial yang semakin memperburuk kondisi sosial, pendidikan, dan demokrasi di Indonesia.
Salah satu sorotan utama dalam aksi kali ini adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut-sebut lebih mengutamakan citra politik dibandingkan esensi pendidikan masyarakat.
Mewakili UI Bergerak, Rendi menegaskan bahwa negara telah gagal memahami kebutuhan rakyat.
"Negara membuat kita semua kecewa, karena negara tak betul-betul paham esensi pendidikan kita. Negara lebih memilih mengisi perut kita ketimbang kepala kita dengan pendidikan, pengetahuan, dan wawasan. Selain untuk legasi Prabowo, apa output MBG?" ucap Rendi di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).
Ia juga mempertanyakan prioritas anggaran negara yang lebih banyak dialokasikan untuk keamanan dibandingkan kesejahteraan rakyat.
"Kemana anggaran ribuan triliunan, tapi anggaran aparat keamanan ditingkatkan. Padahal, sehari-harinya banyak sekali serangan dari aparat keamanan," katanya.
Tak hanya itu, Rendi menyoroti bagaimana negara lebih sibuk melakukan 'counter narasi' terhadap kritik publik daripada memberikan solusi nyata.
"Tidak ada satu pun kebijakan yang benar-benar berdasar pada kebutuhan kita. Negara sibuk melakukan counter narasi ketimbang respons yang berani," tambahnya.
Baca Juga: Aksi Kamisan: Lagu Bayar Bayar Bayar Bergema di Depan Polisi, Soroti Pembungkaman Musisi
Mewakili Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Feri mengajak massa untuk refleksi kondisi demokrasi di Indonesia yang semakin jauh dari idealisme yang diperjuangkan.