Aksi Kamisan: Jangan Ulang Kesalahan, Menitipkan Perjuangan pada Partai Politik

Chandra Iswinarno Suara.Com
Jum'at, 21 Februari 2025 | 05:05 WIB
Aksi Kamisan: Jangan Ulang Kesalahan, Menitipkan Perjuangan pada Partai Politik
Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Kamis (20/2/2025). [Suara.com/Kayla]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pekan ke-852 Aksi Kamisan, sejumlah massa aksi kembali berdiri di depan Istana Merdeka dengan tuntutan yang tak pernah berubah, keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Namun di tengah pergantian rezim, masyarakat menunjukkan kekecewaan yang semakin dalam.

Tidak hanya soal impunitas pelaku, tetapi juga kebijakan pemerintah yang dianggap semakin menjauh dari kepentingan rakyat.

Mewakili Keluarga Besar Universitas Indonesia (UI) Irwan menegaskan bahwa keadilan tidak akan pernah tercapai tanpa pengadilan HAM yang sesungguhnya.

Baca Juga: Aksi Kamisan: Lagu Bayar Bayar Bayar Bergema di Depan Polisi, Soroti Pembungkaman Musisi

"Kita belum mampu menjinakkan polisi. Berganti-ganti rezim, watak masih sama. Ini tidak boleh berhenti hanya karena pelaku jadi presiden. Tidak boleh berhenti," tegas Irwan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).

Ia mengingatkan bahwa perjuangan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun para pelaku masih berada di lingkaran kekuasaan.

"Jangan mengulang kesalahan kami di tahun 1998, yaitu menitipkan perjuangan pada partai politik. Partai politik tidak pernah ada dalam perjuangan ini. Ini nyawa orang. Saya nggak peduli pelaku ada di dalam Istana,” kata Irwan.

Selain soal impunitas, aksi kali ini juga menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap semakin sewenang-wenang dan tidak berpihak pada rakyat.

Mewakili Perempuan Mahardhika, Nida menyoroti kebijakan publik yang kerap berubah tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Aksi Kamisan ke-852: Suara Keadilan Bergema di Hari Keadilan Sosial Sedunia

"Kebijakan tiba-tiba disahkan, tiba-tiba dibatalkan, lalu berlagak pahlawan seolah-olah kebijakan itu tidak ada. Uang pajak kita untuk membayarkan orang bodoh," ujar Nida.

Nida juga mengkritik bagaimana pemerintah tampaknya tidak lagi melihat rakyat sebagai bagian dari negara.

"Pemerintah tidak lagi melihat kita sebagai objek, tapi tidak ada sama sekali. Bahkan Luhut menyuruh kita bunuh diri, katanya pergi saja ke surga. Bagaimana pemerintah tidak melihat kita sebagai manusia?" tambahnya.

Baginya, situasi saat ini adalah cerminan dari sistem yang tidak berpihak pada rakyat.

"Indonesia memang sudah gelap. Kita di sini sekiranya masih percaya jika kita bersama-sama, kita berani melawan. Keresahan adalah bukti ketertindasan kita oleh negara," pungkasnya.

Di tengah narasi optimisme yang terus dikampanyekan pemerintah, Aksi Kamisan ke-852 kembali membuktikan bahwa keadilan belum datang.

Reporter : Kayla Nathaniel Bilbina

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI