Suara.com - Aksi Kamisan ke-852 di depan Istana Merdeka kali ini turut menyuarakan pembungkaman terhadap musisi, khususnya band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani.
Massa aksi memprotes tekanan terhadap musisi yang mengkritik institusi melalui karyanya, setelah dua personel Sukatani mengunggah video permintaan maaf dan menarik lagu mereka dari platform musik digital.
Lagu berjudul 'Bayar Bayar Bayar' yang menyoroti 'praktik kotor' polisi dalam berbagai urusan masyarakat itu sebelumnya dirilis oleh Sukatani.
Namun, pada Kamis (20/2/2025), dua personel band, Muhammad Syifa Al Lutfi (Alectroguy) dan Novi Citra (Twister Angel), mengunggah video permintaan maaf melalui akun Instagram resmi mereka, @sukatani.band.
Baca Juga: Aksi Kamisan ke-852: Suara Keadilan Bergema di Hari Keadilan Sosial Sedunia
"Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami yang berjudul 'Bayar Bayar Bayar', yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial," ujar Syifa dalam video tersebut.
Tindakan ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap musisi.
Dalam Aksi Kamisan kali ini, Mulyono, seorang pegiat seni, menegaskan bahwa karya seni tidak boleh dibungkam.
"Kita akan terus membuat musik, puisi, lukisan, dan seni lainnya, karena berarti mereka takut dengan karya kita. Apa mereka takut dengan melodi yang kita nyanyikan? Rangkaian kata-kata yang menggambarkan realita di sini? Teruslah berkarya," seru Mulyono di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).
Tak hanya melalui orasi, massa Aksi Kamisan juga memutar lagu 'Bayar Bayar Bayar' sebagai bentuk protes.
Baca Juga: Band Punk Sukatani Minta Maaf kepada Polisi, Sudah Diincar Sejak Lama?
Lagu itu dinyanyikan dengan lantang oleh peserta aksi, bahkan langsung di depan barisan polisi yang berjaga.
Momen tersebut menegaskan bahwa seni tetap menjadi medium perlawanan.
Para peserta aksi menegaskan bahwa tekanan terhadap musisi yang mengkritik pemerintah maupun institusi negara tak akan menghentikan suara mereka.
Reporter: Kayla Nathaniel Bilbina