"Saya tidak diundang. Biasanya di pelantikan ada serah terima jabatan, tapi ini tidak ada. Pelantikan berjalan, dan saya baru tahu siapa pengganti saya satu jam sebelum acara dimulai," ungkapnya.
Ia menyoroti adanya potensi nepotisme di lingkungan kampus setelah mengetahui bahwa istri rektor diangkat sebagai Koorprodi di fakultas yang berbeda.
"Itu kan hal yang tidak menunjukkan good university governance. Mestinya ada transparansi, akuntabilitas, merit system," kata Ubedilah.
Ubedilah menyoroti bahwa perubahan status kampus menjadi PTN-BH berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kebebasan akademik.
Menurutnya, otoritas penuh yang diberikan kepada rektor dalam sistem PTN-BH harus dievaluasi agar tidak menjadi alat pembungkaman terhadap akademisi yang kritis.
"Tafsir PTN-BH oleh kampus itu keliru. Seolah-olah PTN-BH itu seperti BUMN dan rektor seperti komisaris utama yang punya otoritas luas. Itu salah, karena kampus adalah perguruan tinggi yang harus menumbuhkan tradisi akademik dan sikap kritis," tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa dosen bukan hanya bertugas mengajar dan meneliti, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk menyuarakan ketidakadilan.
"Dosen itu ASN, bukan digaji oleh presiden, tapi oleh rakyat. Maka ketika rakyat menderita, dosen harus bersuara dan berpihak pada rakyat berbasis riset dan data yang dapat dipertanggungjawabkan," ujar Ubedilah.
Ubedilah menilai, apabila situasi ini dibiarkan, tradisi kritis di dunia akademik akan semakin tergerus.
Baca Juga: Ubedilah Badrun Kritik Kebijakan Kampus Mengelola Tambang: Makin Ngaco dan Aneh
Ia mengingatkan bahwa inovasi tidak mungkin lahir tanpa adanya sikap kritis.