Suara.com - Dosen Sosiologi Politik di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah yang memberikan konsesi tambang kepada perguruan tinggi.
Ia menilai langkah tersebut sebagai kebijakan yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan esensi pendidikan tinggi.
“Perguruan tinggi diberikan konsesi mengurus tambang, menurut saya makin ngaco dan aneh. Memberikan pekerjaan yang bukan ahlinya dan menyalahi Undang-Undang Perguruan Tinggi,” ujar Ubedilah yang dikutip dari Abraham Samad Speak Up, Selasa (18/2/2025).
Menurutnya, tugas utama kampus adalah mengajar, melakukan penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Ia menilai bahwa jika perguruan tinggi ikut serta dalam industri tambang, maka akan ada pergeseran fokus yang berbahaya bagi dunia akademik.
“Harusnya menambang ilmu pengetahuan, malah menambang batu bara, nikel. Itu disorientasi,” tegasnya.
Selain mengkritik kebijakan tambang, Ubedilah juga menyoroti keberlanjutan praktik pembungkaman terhadap kebebasan akademik dan demokrasi.
Hal ini menjadi perhatian khusus setelah dirinya dicopot dari jabatan sebagai Koordinator Program Studi, usai melaporkan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya atas dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menyebut bahwa selama Presiden Prabowo Subianto masih menyatakan Jokowi sebagai guru politiknya dan kabinetnya masih diisi oleh loyalis Jokowi, ancaman terhadap demokrasi akan terus berlangsung.
Baca Juga: Akademisi UNJ Ubedilah Badrun Kritik PTN-BH: Bungkam Dosen, Riset Minim Dampak
“Sepanjang Prabowo masih menyatakan guru politiknya itu Jokowi, kabinet Prabowo masih banyak orang-orang Jokowi, dan Gibran menjadi wapres, upaya-upaya pembungkaman masih akan terus terjadi. Ini problem akut bangsa yang harus diselesaikan dengan tegaknya hukum,” ujar Ubedilah.