Amnesty International Desak Parlemen Prancis Tolak RUU Larangan Jilbab di Kompetisi Olahraga

Bella Suara.Com
Selasa, 18 Februari 2025 | 22:24 WIB
Amnesty International Desak Parlemen Prancis Tolak RUU Larangan Jilbab di Kompetisi Olahraga
Ilustrasi Atlet Karate Perempuan Berhijab. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Amnesty International mendesak anggota parlemen Prancis untuk menolak rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang jilbab di semua kompetisi olahraga.

RUU yang didukung oleh senator sayap kanan ini dijadwalkan untuk dibahas mulai Selasa di majelis tinggi parlemen Prancis. Jika disahkan, aturan ini akan melarang semua pakaian dan simbol keagamaan selama pertandingan olahraga.

Menurut Amnesty International, RUU ini bersifat diskriminatif dan akan semakin memperburuk perdebatan lama tentang sekularisme di Prancis.

Perdebatan ini masih berlangsung lebih dari satu abad setelah undang-undang tahun 1905 yang memisahkan gereja dan negara sebagai prinsip Republik Prancis. Hingga kini, federasi olahraga memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan terkait jilbab, dengan dua olahraga utama Prancis, sepak bola dan rugbi, telah lebih dulu melarangnya.

Baca Juga: Bolehkah Lansia Olahraga Malam Hari? Ini Saran Pakar

RUU ini masih berada dalam tahap awal, dan pemungutan suara di majelis tinggi akan menandai dimulainya proses legislatif yang panjang.

Meski mendapat dukungan dari senator, masa depan RUU ini masih belum jelas, karena majelis rendah parlemen yang sangat terpecah akan memberikan keputusan akhir. Untuk disahkan, RUU ini membutuhkan koalisi dari kekuatan politik yang biasanya tidak bekerja sama.

Seruan Amnesty International muncul setelah pelari cepat Prancis, Sounkamba Sylla, dilarang menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Paris tahun lalu karena mengenakan jilbab. Ia akhirnya diperbolehkan berpartisipasi dengan mengenakan topi untuk menutupi rambutnya.

Prancis memberlakukan prinsip sekularisme yang ketat, yang juga diterapkan dalam Olimpiade. Presiden Komite Olimpiade Prancis menegaskan bahwa atlet yang mewakili negara harus tunduk pada aturan sekularisme, yang mencakup larangan mengenakan jilbab dan simbol keagamaan lainnya.

Anna Bu, peneliti Amnesty International dalam bidang keadilan gender, mengkritik kebijakan tersebut.

Baca Juga: Siti Fadia dan Sederet Atlet Badminton Ini Bermain Rangkap, Siapa Saja?

“Pada Olimpiade Paris, larangan terhadap atlet wanita Prancis yang mengenakan jilbab menuai kemarahan internasional. Hanya enam bulan kemudian, otoritas Prancis tidak hanya memperkuat larangan ini, tetapi juga berupaya memperluasnya ke seluruh cabang olahraga,” ujarnya.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga sebelumnya mengkritik larangan federasi sepak bola dan basket Prancis terhadap pemain yang mengenakan jilbab, serta kebijakan pemerintah yang melarang atlet berjilbab mewakili negara dalam Olimpiade Paris.

Amnesty International menilai RUU ini secara spesifik menargetkan perempuan dan anak perempuan Muslim dengan mengecualikan mereka dari kompetisi olahraga jika mereka mengenakan jilbab atau pakaian keagamaan lainnya.

“Laïcité, yang seharusnya melindungi kebebasan beragama setiap orang, sering digunakan sebagai dalih untuk membatasi akses perempuan Muslim ke ruang publik di Prancis,” kata Amnesty International.

Organisasi tersebut juga menyoroti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, otoritas Prancis semakin banyak memberlakukan kebijakan yang mengatur pakaian perempuan Muslim dengan cara yang diskriminatif.

Dua tahun lalu, pengadilan administratif tertinggi Prancis menyatakan bahwa federasi sepak bola negara itu berhak melarang jilbab dalam kompetisi, meskipun kebijakan ini membatasi kebebasan berekspresi.

Prinsip netralitas agama dalam konstitusi juga digunakan untuk menolak memberikan pengecualian bagi pemain internasional yang ingin menahan diri dari makan atau minum selama bulan Ramadan.

Pendukung RUU ini beralasan bahwa aturan tersebut diperlukan untuk melindungi nilai-nilai universal olahraga dan mencegah konfrontasi berbasis agama atau politik.

Mereka menegaskan bahwa prinsip netralitas harus diterapkan untuk memastikan bahwa olahraga tetap bebas dari demonstrasi politik, agama, atau rasial.

Selain itu, RUU ini juga akan melarang penggunaan fasilitas olahraga sebagai tempat ibadah dan melarang pakaian seperti burkini di kolam renang umum.

Namun, Amnesty International memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memperburuk diskriminasi terhadap umat Muslim di Prancis.

“Dengan menempatkan jilbab sebagai ancaman terhadap sekularisme, undang-undang ini akan memicu rasisme dan memperkuat lingkungan yang semakin tidak bersahabat bagi Muslim di Prancis,” tegas Amnesty International.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI