"Suami-suami kami juga takut. Kami tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan mahasiswa yang selama ini membantu," katanya.
Saat ini, belum ada ruang aman bagi perempuan dan anak-anak di Bara-Baraya sebagai tempat perlindungan.
Lucy berharap Komnas Perempuan dapat memberikan perlindungan dan membantu menyelesaikan konflik yang telah merampas hak-hak mereka.
"Harapan saya semoga Komnas Perempuan bisa mengatasi dan membantu warga Bara-Baraya," ujarnya.
Untuk diektahui, konflik penggusuran di Bara-Baraya, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang telah berlangsung sejak 2016 terus berlanjut dengan ancaman penggusuran dan intimidasi yang masih menghantui kehidupan warga setempat sehari-hari.
Sebelumnya, pada 2016 muncul klaim kepemilikan tanah oleh ahli waris yang mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4.
Padahal, warga Bara-Baraya telah menempati dan membeli lahan tersebut secara sah sejak 1950-an berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) yang diterbitkan pemerintah setempat.
Putusan Pengadilan Tinggi Makassar yang memenangkan pihak ahli waris membuat sekitar 196 orang terancam kehilangan tempat tinggal.
Reporter : Kayla Nathaniel Bilbina
Baca Juga: Efisiensi Anggaran: Penegakan HAM Terancam Lumpuh, Komnas Perempuan Menjerit