Suara.com - Perseteruan antara Firdaus Oiwobo dan Hotman Paris membuat Firdaus kini kehilangan izin pengaracaranya. Hal ini terjadi setelah Firdaus yang bertugas sebagai kuasa hukum Razman Arif Nasution menaiki meja sidang.
Menggunakan dalih menyelamatkan klien, Firdaus berakhir dituding melakukan contempt of court.
Firdaus Oiwobo diketahui memang kerap membuat kontroversi. Pria yang pernah mengaku sebagai paman Nadya Arifta, mantan pacar Kaesang Pangarep ini seringkali membuat gerah karena pernyataannya.
Belakangan kepada Dokter Richard Lee, Firdaus mengaku cucu Sultan Bima. Firdaus Oiwobo sempat mengaku sebagai cicit kandung Sultan Ismail Muhammad Syah, dari anak pertamanya yang bernama La Kako (Abdullah Muhammad Syah).
Baca Juga: Jejak Karier Iqlima Kim, Wanita yang Buat Razman Arif Ribut dengan Hotman Paris
Sultan Islmail Muhammad Syah masih memiliki kaitan dengan Kesultanan Bima.
Selain mengaku sebagai cucu sultan, Firdaus pernah bercerita bila dirinya tidak pernah hidup miskin kala kecil. Kemiskinan hanya dialami ketika Firdaus memutuskan keluar dari rumah dan hidup mandiri.
Firdaus Oiwobo juga memiliki ayah angkat yang belum diketahui identitasnya. Rumah orang tua angkatnya yang bak negeri dongeng pernah dipamerkan di TikTok.
Menilik pernyataan Firdaus Oiwobo ini, siapa sebenarnya Sultan Bima?
Dilansir dari laman pemerintah Kota Bima, Bima atau yang disebut juga dengan Dana Mbojo telah mengalami perjalanan panjang dan jauh mengakar ke dalam Sejarah.
Kedatangan salah seorang musafir dan bangsawan Jawa bergelar Sang Bima di Pulau Satonda merupakan cikal bakal keturunan Raja-Raja Bima dan menjadi permulaan masa pembabakan Zaman pra sejarah di tanah ini.
Pada perkembangan selanjutnya, putera Sang Bima yang bernama Indra Zamrud dan Indra Komala datang ke tanah Bima.
Indra Zamrut lah yang menjadi Raja Bima pertama. Sejak saat itu Bima memasuki Zaman kerajaan.
Pada perkembangan selanjutnya menjadi sebuah kerajaan besar yang sangat berpengaruh dalam percaturan sejarah dan budaya Nusantara. Secara turun temurun memerintah sebanyak 16 orang raja hingga akhir abad 16.
Tanggal 5 Juli 1640 Masehi menjadi saksi dan tonggak sejarah peralihan sistem pemerintahan dari kerajaan kepada kesultanan. Ditandai dengan dinobatkannya Putera Mahkota La Ka’i yang bergelar Rumata Ma Bata Wadu menjadi Sultan Pertama dan berganti nama menjadi Sultan Abdul Kahir (kuburannya di bukit Dana Taraha sekarang). Sejak saat itu Bima memasuki peradaban kesultanan dan memerintah pula 15 orang sultan secara turun menurun hingga tahun 1951. Masa kesultanan berlangsung lebih dari tiga abad lamanya.
Pada tahun 1951 tepat setelah wafatnya sultan ke-14 yaitu sultan Muhammad Salahudin, Bima memasuki Zaman kemerdekaan dan status Kesultanan Bima pun berganti dengan pembentukan Daerah Swapraja dan swatantra yang selanjutnya berubah menjadi daerah Kabupaten.