Antrean Sertifikasi Guru Diperkirakan Makin Panjang Akibat Pemerintah Pangkas Kuota PPG

Jum'at, 14 Februari 2025 | 20:53 WIB
Antrean Sertifikasi Guru Diperkirakan Makin Panjang Akibat Pemerintah Pangkas Kuota PPG
Ilustrasi guru mengajar di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Balikpapan. [Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Janji Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kesejahteraan guru kembali dipertanyakan. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai tidak ada kebijakan baru yang signifikan untuk memperbaiki nasib para pendidik, termasuk dalam hal sertifikasi guru yang antreannya semakin panjang.

Alih-alih cari solusi dari antrean sertifikasi guru yang panjang, pemerintah justru akan memangkas kuota peserta dalam program pendidikan profesi guru (PPG).

"Kalau soal janji presiden peningkatan kesejahteraan guru sampai sekrang belum terbukti. Pidato presiden saat hari guru itu juga sebenarnya program yang sudah ada sejak zaman presiden SBY, dilanjutkan oleh Pak Jokowi, dilanjutkan lagi oleh pak Prabowo. Barunya apa soal kesejagteraan? Gak ada," kata Ubaid kepada Suara.com, dihubungi Jumat (14/2/2025).

Ia menyoroti antrean sertifikasi guru yang semakin tidak masuk akal. Namun belum berhasil ditangani oleh pemerintah.

Baca Juga: Manfaat Lifelong Learning Bagi Anak Indonesia: Lebih dari Sekadar Pendidikan Akademik

"Sebagai ilustrasi, guru madrasah saja antreannya sampai 53 tahun. Kalau ada guru yang mengajukan sertifikasi sekarang usia 30 tahun, nanti baru dipanggil usia 83 tahun. Jadi lebih panjang dari antrean haji dan sangat menyengsarakan guru," kritiknya.

Ubaid menekankan bahwa program sertifikasi sejatinya berdampak pada dua hal utama, yaitu peningkatan mutu pendidikan dan kesejahteraan guru. Namun, tanpa strategi yang jelas dari pemerintah, kualitas pendidikan justru terancam menurun.

Buruknya tata kelola guru akan berdampak terhadap rendahnya minat generasi muda untuk menjadi pendidik.

"Anak berprestasi ogah jadi guru. Kualitas buruk, ekosistem buruk. Kemudian dari sisi kesejahteraan juga buruk. Akhirnya guru diisi oleh calon-calon tidak berkualitas, gak punya visi. Dampaknya terhadap kualitas pendidikan, lama-lama ya tambah nyungsep," pungkasnya.

Baca Juga: Peringatan Darurat dengan Garuda Merah Trending, Apa Arti Alarm Ini?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI