Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi putusan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto, yang tidak menerima permohonan gugatan praperadilan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto menilai putusan ini menunjukkan bahwa Djuyamto meyakini bukti yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguatkan penetapan Hasto sebagai tersangka.
Dengan bukti yang bisa meyakinkan hakim perihal penetapan tersangka Hasto, Agus menilai hal itu menunjukkan tidak adanya kaitan antara status tersangka Hasto dengan aktivitas politiknya.
“Ini memastikan juga bukan rekayasa politik,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (14/2/2025).
![Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Suara.com/Fakhri)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/12/48645-sekjen-pdip-hasto-kristiyanto.jpg)
Untuk itu, dia berharap perkara ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan tipikor untuk proses persidangan perkara pokok.
“Selanjutnya segera limpahkan saja kasusnya ke pengadilan tipikor agar semakin terang benderang kasus tersebut,” tandas Agus.
Gugatan Ditolak Hakim
Sebelumnya, gugatan Hasto Kristiyanto ditolak dalam sidang putusan praperadilan yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Djuyamto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
“Mengadili, mengabulkan eksepsi dari temohon (KPK),” ujar Djuyamto saat membacakan amar putusan.
Baca Juga: Puas Harvey Moeis Bisa Dihukum 20 Tahun Bui, Mahfud MD: Kejaksaan Profesional Asal Tak Direcoki
Dalam putusannya, dia juga menyatakan permohonan oleh Hasto kabur atau tidak jelas.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Djuyamto.
Dengan begitu, Hasto tetap berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan dugaan perintangan penyidikan alias obstruction of jusctice.
Dijerat Dua Kasus
Diketahui, penetapan Hasto sebagai tersangka diumumkan langsung oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
![Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto. (Suara.com/Dea)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/01/22/21897-ketua-komisi-pemberantasan-korupsi-kpk-setyo-budiyanto.jpg)
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.
Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK. Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka, menahan serta membawa perkara ini ke pengadilan pokok.