Kejagung Periksa 5 Saksi Terkait Dugaan Korupsi di Jiwasraya

Jum'at, 14 Februari 2025 | 09:20 WIB
Kejagung Periksa 5 Saksi Terkait Dugaan Korupsi di Jiwasraya
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar. (Suara.com/Faqih)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung memeriksa 5 saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2008-2018.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Harli Siregar mengatakan bahwa dari lima saksi, empat di antaranya merupakan petinggi PT Asuransi Jiwasraya.

Kelima saksi yang diperiksa, yakni YR selaku Kasi Kas dan Bank PT Asuransi Jiwasraya tahun 2018-2022, SS selaku Kepala Divisi Manajemen Risiko dan Perencanaan Korporasi PT Asuransi Jiwasraya tahun 2015. CS, selaku Kepala Bagian Keuangan pada Divisi Keuangan dan Akuntansi PT Asuransi Jiwasraya tahun 2018, kemudian AW, selaku Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jiwasraya periode 2014-2018 dan AFR, Ketua Badan Pengawas Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) tahun 2006-2011.

"Kelima saksi ini diperiksa untuk memperkuat dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada perusahaan periode 2008-2018 atas tersangka Isa Rachmatarwata selaku Dirjen Kementerian Keuangan RI," kata Harli dalam keterangannya, Jumat (14/2/2025).

Baca Juga: Tagih Dana Ratusan Miliar Belum Dibayar, Pensiunan Jiwasraya Ancam Demo Prabowo Hingga Erick Thohir

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Dirjen Anggaran Kemenkeu RI, Isa Rachmatarwata sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan bahwa kasus tersebut bermula ketika PT Asuransi Jiwasraya dinyatakan insolvent atau kondisi tidak bisa membayar utang oleh Menteri BUMN pada 2009.

Kondisi tersebut disebabkan karena kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun pada Desember 2008.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, terpidana sekaligus pejabat tinggi Asuransi Jiwasraya yakni Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan membuat produk JS Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi 9%-13%. Saat itu, suku bunga BI berada di level 7,50 persen hingga 8,75 persen.

Rencana penyelamatan Jiwasraya atau JS Saving Plan itu kemudian disetujui oleh Isa yang menjabat sebagai Kabiro Perasuransian pada Bapepam LK 2006-2012. Padahal, Isa mengetahui jika kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi.

Baca Juga: Haknya Belum Dibayar, Pensiunan Jiwasraya Ngadu ke DPR: Ribuan Keluarga Butuh Nyambung Hidup

"Pada pokoknya perusahaan perasuransian tidak boleh dalam keadaan insolvensi," kata Qohar, Jumat (7/2/2025) lalu.

Setelah beberapa kali pertemuan, Hendrisman Cs dan Isa kemudian membahas soal pemasaran produk JS Saving Plan.

Namun, kata Qohar, produk Saving Plan dengan struktur bunga dan benefit yang tinggi kepada pemegang polis justru membebani keuangan perusahaan karena tidak dapat diimbangi dengan hasil investasi.

Berdasarkan data pada general ledger premi yang diterima oleh PT AJS melalui program JS Saving Plan pada periode 2014-2017 senilai Rp47,8 triliun.

"Dana yang diperoleh PT AJS yang diantaranya melalui Saving Plan tersebut dikelola oleh PT AJS dengan cara ditempatkan dalam bentuk investasi saham dan reksadana," tambahnya.

Namun dalam pelaksanaannya, investasi yang dilakukan tidak didasari prinsip good corporate governance dan manajemen risiko investasi.

Hasil penelusuran transaksi investasi saham dan reksadana, terdapat alirqn dana yang tidak wajar terhadap beberapa saham antara lain IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO dan lainnya.

"Transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian," ucapnya.

Sementara, berdasarkan laporan BPK RI pada 9 Maret 2020 lalu, kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT AJS periode tahun 2008-2018 telah merugikan negara Rp16,8 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI