“Kemudian para tersangka menjual tabung gas elpiji 12 kilo dengan harga Rp 190 ribu hingga Rp 210 ribu per tabung, dan untuk ukuran 50 kilogram dengan Rp 1 juta kepada masyarakat,” tambah dia.
Sehingga, untuk keuntungan para tersangka bisa meraup cuan sebesar Rp 80-100 ribu pertabung 12 kilogram. Sementara untuk tabung 50 kilogram, para tersangka bisa mendapat untung Rp 560-694 ribu per tabung.
Adapun sembilan orang tersangka yang dijerat dalam perkara ini yakni W sebagai pemilik dari kegiatan pengoplosan, lalu MR sebagai pemilik juga dan MS sebagai pengoplos.
“Pengoplos ini istilahnya dokternya yang menyuntikkan dari tabung gas 3 kilogram ke 12 kilogram,” kata Pajiyoga.
kemudian, asisten dokter M yang merupakan pengawas. Lalu ketujuh, T penjual gas oplosan, S selaku pemilik bahan baku atau pangkalan. Terakhir MH sebagai pengoplos.
Dalam perkara ini, polisi menyita tiga buah tabung gas berukuran 50 kilogram, kemudian 202 tabung gas elpiji 3 kilogram subsidi yang sudah kosong, 149 tabung gas elpiji 3 kilogram yang masih terisi.
Selanjutnya 59 tabung gas elpiji 12 kilogram non subsidi yang sudah dioplos. Lalu 25 tabung gas elpiji 12 kilogram non-subsidi yang kosong. 7 selang regulator yang telah dimodifikasi untuk melakukan pemindahan gas dari satu tabung ke tabung lainnya.
Barang bukti lainnya yakni 13 buah pipa besi atau alat suntik untuk pemindahan gas. 1 buah timbangan. 2 kantung plastik berisi tutup segel. 1 unit Mobil pickup Suzuki Carry dengan nopol B 9957 SAK, sebuah mobil cold diesel Mitsubishi Cold nopol B 9802 BAS dan 1 unit sepeda motor merk Honda Vario.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi, dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.
Baca Juga: Setelah Gas Melon Bahlil Bidik Solar Bersubsidi untuk Ditertibkan, Golkar: Mungkin Nanti Ada Reaksi