Darurat! Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara Disebut Merusak Ekosistem hingga Memperburuk Kemiskinan

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Rabu, 12 Februari 2025 | 19:10 WIB
Darurat! Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara Disebut Merusak Ekosistem hingga Memperburuk Kemiskinan
Pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara terus menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang memprihatinkan.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara terus menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang memprihatinkan. Deforestasi, pencemaran air dan udara, serta pelanggaran hak masyarakat lokal menjadi sorotan.

Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuSPAHAM), Kisran Makati, mengungkapkan bahwa aktivitas tambang telah merusak ekosistem, memperburuk kemiskinan, dan bahkan melibatkan pekerja dalam kondisi kerja yang tidak manusiawi.

"Di Sulawesi Tenggara ada 154 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas mencapai 587.128,1 hektare. Dari angka itu, deforestasi sudah mencapai 153.364 hektare," ungkapnya dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).

Ia menyoroti bagaimana eksploitasi tambang telah mengubah kondisi alam secara drastis dan mengancam ekosistem.

Baca Juga: Izin Tambang Emas Anak Usaha Emiten BMRS Diminta Dicabut

Kabupaten Konawe Utara kata dia, menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak.

Terdapat empat blok tambang utama di daerah ini, yaitu Mandiodo, Boinaga, Morombo, dan Matarape.

"Di Blok Morombo, pantai dan gunung habis dibabat," ujarnya.

Selain deforestasi, pencemaran air dan udara juga menjadi masalah serius.

Sumber air minum di Torobulu kata dia, telah tercemar dan polusi udara di sekitar tambang semakin memburuk.

Baca Juga: Bencana Kampus Kelola Tambang: Modalnya Besar, Lemahkan Ruang Intelektualitas dan Kritik

Selain kerusakan lingkungan, keberadaan tambang juga mengancam kehidupan masyarakat adat dan satwa endemik.

"Anoa yang habitatnya rusak akhirnya masuk ke pemukiman dan menjadi konsumsi pekerja tambang," katanya.

Ia menyebut bahwa spesies langka, seperti anoa, dan berbagai fauna khas Sulawesi lainnya bisa punah akibat pertambangan yang tak terkendali.

Masyarakat sekitar juga mengalami tekanan ekonomi yang semakin parah.

"Tidak semua penduduk lokal mendapat pekerjaan di tambang, kalaupun ada, mereka hanya dipekerjakan sebagai pekerja kasar dengan gaji kecil," tambahnya.

Sementara itu, perusahaan tambang menggunakan berbagai cara untuk mengambil tanah warga, mulai dari iming-iming kompensasi hingga tekanan dari aparat.

"Aparat malah menjaga perusahaan. Kalau ada yang protes, justru mereka yang ditindak," jelasnya.

Kondisi pekerja tambang juga menjadi perhatian. Kisran menyebut banyak pekerja harus bekerja dalam jam kerja panjang tanpa perlindungan memadai.

Bahkan, ia mengungkap dugaan praktik pemberian narkoba kepada sopir truk tambang agar mereka bisa bekerja non-stop.

"Ini memang butuh investigasi lebih lanjut, tapi sudah jadi rahasia umum," katanya.

Dari sisi kesehatan, perairan di sekitar pesisir pertambangan telah terkontaminasi limbah beracun, seperti kadmium, yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan kerusakan ginjal.

Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuSPAHAM), Kisran Makati (kemeja pink). (Suara.com/ Kayla Nathaniel Bilbiba)
Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuSPAHAM), Kisran Makati (kemeja pink). (Suara.com/ Kayla Nathaniel Bilbiba)

"Masyarakat di sekitar tambang mengalami peningkatan kasus hipertensi, penyakit pernapasan, dan penyakit kulit akibat paparan logam berat," ungkapnya.

Kemiskinan di wilayah tambang juga terus meningkat.

"Di daerah pertambangan, angka kemiskinan mencapai 9,91 persen meskipun peredaran uang di sana sangat besar," kata Kisran.

Ia menegaskan bahwa alih-alih membawa kesejahteraan, industri tambang justru membuat masyarakat semakin bergantung pada bantuan perusahaan.

Melihat dampak yang semakin parah, organisasi masyarakat sipil menyerukan moratorium izin tambang, reklamasi pasca-tambang, serta penegakan hukum terhadap praktik pertambangan ilegal.

Tanpa kebijakan dan regulasi yang tegas, eksploitasi nikel dinilai hanya akan memperburuk krisis sosial dan lingkungan di Sulawesi Tenggara.

Reporter: Kayla Nathaniel Bilbiba

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI