KPBB menduga bahwa praktik kelebihan muatan ini terus berlangsung karena menguntungkan pihak produsen. Dengan membiarkan truk-truknya membawa muatan berlebih, perusahaan market leader AMDK dapat menghemat biaya hingga Rp3,6 juta per rit, yang jika diakumulasi mencapai Rp483 miliar per tahun.
“Ini bukan sekadar penghematan biaya, melainkan praktik pungutan liar terselubung. Produsen mendapatkan keuntungan besar dari muatan ilegal, sementara masyarakat menanggung risikonya,” kata Safrudin.
Atas temuan ini, KPBB mendesak Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk menerapkan strict liability atau tanggung jawab mutlak terhadap pemilik barang, dalam hal ini produsen air minum dalam kemasan tersebut.
“Mereka tidak bisa bersembunyi di balik mitra logistik. Jika muatannya ilegal, pemilik barang harus dihukum,” tegas Safrudin.
Kecaman Warganet
Di tengah penyelidikan kecelakaan maut yang menewaskan delapan orang tersebut, Director of Communications Danone Indonesia mengatakan bahwa kecelakaan melibatkan truk milik perusahaan transportasi yang menjadi rekanan distributor.
“Sebagaimana diketahui kecelakaan ini melibatkan beberapa kendaraan, dimana salah satunya merupakan kendaraan milik perusahaan transporter (jasa angkut) yang merupakan rekanan dari salah satu perusahaan distributor rekanan kami. Baik perusahaan pengangkut maupun perusahaan distributor kami merupakan perusahaan independen,” ujar Arif Muhajidin, Director of Communication perusahaan tersebut.
Pernyataan ini justru menuai kritik tajam dari publik. Warganet di media sosial menuding perusahaan tersebut berusaha menghindari tanggung jawab, dengan berbagai komentar bernada sinis dan ajakan untuk memboikot produknya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ahmad Safrudin mempertanyakan pemahaman perusahaan terhadap tata kelola rantai pasok (supply chain) mereka.
Ia menegaskan bahwa sekalipun perusahaan transporter adalah entitas terpisah, secara administratif, surat jalan yang dikeluarkan oleh produsen mencantumkan jumlah galon yang diangkut sebagai bentuk persetujuan.