Suara.com - Rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan memukimkan kembali lebih dari 2 juta warga Palestina di wilayah tersebut, yang diumumkan baru-baru ini, memicu kecaman luas dari pejabat dunia Arab.
Mereka memperingatkan bahwa tindakan ini bisa merusak gencatan senjata yang rapuh dan memicu ketidakstabilan lebih lanjut di kawasan Timur Tengah.
Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, menegaskan bahwa jika Trump melanjutkan rencananya, ini akan memicu siklus krisis baru dengan dampak yang merusak bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan dalam KTT Pemerintah Dunia di Dubai, di mana Aboul Gheit juga menyatakan bahwa ketegangan yang ada dapat menghancurkan upaya-upaya perdamaian yang sedang berlangsung.
Baca Juga: AS: Hamas Tak Boleh Kuasai Gaza Lagi!
Trump membuat gempar dunia Arab dengan menyatakan bahwa Amerika Serikat akan mengambil alih Gaza dan mengembangkan wilayah tersebut menjadi Riviera Timur Tengah. Ia juga mengusulkan pemukiman kembali warga Palestina yang ada di Gaza, dengan menyebutkan bahwa mereka tidak akan diberikan hak untuk kembali ke tanah mereka setelah pengusiran massal pada tahun 1948 yang dikenal dengan sebutan Nakba.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa gencatan senjata di Gaza akan berakhir dan militer Israel akan melanjutkan pertempuran melawan Hamas jika kelompok tersebut tidak membebaskan sandera pada tenggat waktu yang telah ditentukan.
Hamas, di sisi lain, telah menunjukkan komitmennya terhadap gencatan senjata meskipun menuduh Israel melanggar kesepakatan.
Konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan ini, dengan lebih dari 16 bulan serangan udara, menambah ketegangan di Gaza dan kawasan sekitarnya.
Selain itu, rencana Trump untuk memindahkan warga Palestina ke negara-negara seperti Yordania dan Mesir ditanggapi dengan penolakan tegas dari kedua negara tersebut. Mesir, yang telah menjadi tuan rumah beberapa pertemuan regional, akan menyelenggarakan pertemuan puncak darurat pada 27 Februari untuk membahas perkembangan serius terkait nasib warga Palestina.
Baca Juga: Kritik Kebijakan Trump, Inspektur Jenderal USAID Dipecat: Ada Apa di Baliknya?
Aboul Gheit juga mengusulkan agar Prakarsa Perdamaian Arab yang diluncurkan pada 2002, yang menawarkan hubungan yang dinormalisasi antara negara-negara Arab dan Israel dengan imbalan kesepakatan kenegaraan untuk Palestina, dipertimbangkan kembali.
Langkah ini bertujuan untuk memulihkan kebijakan AS yang mendukung solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan.
Rencana Trump, yang membalikkan kebijakan AS yang telah berlangsung selama puluhan tahun, menambah ketegangan di kawasan yang sudah rentan terhadap ketidakstabilan. Jika rencana tersebut dilanjutkan, masa depan perdamaian di Gaza dan wilayah Palestina lainnya tetap penuh ketidakpastian.