Suara.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan mengakhiri gencatan senjata di Gaza jika kelompok Hamas tidak membebaskan para sandera Israel sebelum Sabtu siang. Netanyahu menegaskan bahwa militer Israel siap melanjutkan serangan hingga Hamas dikalahkan sepenuhnya.
“Sehubungan dengan keputusan Hamas untuk melanggar perjanjian dan tidak membebaskan sandera kami, tadi malam saya memerintahkan (militer Israel) untuk mengumpulkan pasukan di dalam dan sekitar Jalur Gaza,” kata Netanyahu setelah rapat kabinet keamanan.
“Operasi ini sedang berlangsung saat ini dan akan segera diselesaikan,” tambahnya dalam pernyataan resmi.
![Sejumlah Warga Palestina menunggu pasokan makanan di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, baru-baru ini. (ANTARA/Xinhua/Yasser Qudih.)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/03/11/60634-warga-gaza.jpg)
Tidak lama setelah pernyataan Netanyahu, Hamas menegaskan kembali komitmennya terhadap kesepakatan gencatan senjata dan menuding Israel bertanggung jawab atas segala keterlambatan atau komplikasi yang terjadi.
Baca Juga: Raja Yordania Tolak Mentah-Mentah Rencana Trump Pindahkan Warga Gaza
Presiden AS Donald Trump, memperingatkan bahwa Hamas harus membebaskan semua sandera sebelum Sabtu tengah hari, atau ia akan mengusulkan pembatalan gencatan senjata yang telah berlaku sejak 19 Januari.
“Hamas harus mengembalikan sandera kami sebelum Sabtu siang – jika tidak, gencatan senjata akan berakhir dan (militer Israel) akan kembali berperang secara intensif sampai Hamas benar-benar dikalahkan,” ujar Netanyahu.
Belum jelas apakah Netanyahu menuntut pembebasan semua sandera yang masih ditahan atau hanya mereka yang dijadwalkan untuk dibebaskan pada hari Sabtu.
Hamas sebelumnya menyatakan telah membebaskan beberapa sandera secara bertahap dalam fase pertama gencatan senjata, tetapi pada Senin mengumumkan bahwa mereka tidak akan membebaskan sandera tambahan hingga pemberitahuan lebih lanjut. Hamas menuding Israel melanggar ketentuan perjanjian dengan melakukan penembakan mematikan dan menahan beberapa pengiriman bantuan ke Gaza.
Menanggapi pernyataan Trump, seorang pejabat senior Hamas mengatakan bahwa sandera Israel hanya bisa dibebaskan jika gencatan senjata dihormati oleh kedua belah pihak.
Baca Juga: Kelompok Palestina Sebut Rencana Trump Rebut Gaza Sebagai Ancaman Perang
“Trump harus ingat bahwa ada perjanjian yang harus dihormati oleh kedua pihak, dan ini satu-satunya cara untuk mengembalikan para tahanan Israel. Bahasa ancaman tidak ada nilainya dan hanya memperumit situasi,” ujar Sami Abu Zuhri, pejabat senior Hamas, kepada Reuters.
Israel membantah telah menahan bantuan kemanusiaan dan menyatakan bahwa pasukannya hanya menembak orang-orang yang mengabaikan peringatan agar tidak mendekati posisi militer Israel.
Gaza, yang merupakan salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia, telah mengalami kehancuran besar akibat ofensif militer Israel sejak Oktober 2023. Wilayah ini mengalami kelangkaan makanan, air, dan tempat tinggal, serta membutuhkan miliaran dolar dalam bantuan internasional.
Sementara itu, Trump telah memicu kemarahan Palestina dan dunia Arab dengan usulan kontroversialnya untuk menjadikan Gaza sebagai “Riviera Timur Tengah” dengan menggusur lebih dari dua juta penduduknya. Langkah ini dikritik keras karena dianggap melanggar hukum internasional, khususnya Konvensi Jenewa 1949, yang melarang pengusiran paksa populasi di bawah pendudukan militer.
Penduduk Gaza yang diwawancarai Reuters mengutuk ancaman Trump untuk membiarkan “neraka pecah” jika sandera tidak dibebaskan.
“Neraka yang lebih buruk dari apa yang sudah kami alami? Pembunuhan, kehancuran, semua praktik dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang telah terjadi di Jalur Gaza belum pernah terjadi di tempat lain di dunia,” kata Jomaa Abu Kosh, seorang warga Rafah, Gaza Selatan, di tengah reruntuhan rumah-rumah yang hancur.