Suara.com - Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 Yogyakarta, Haris Rusly Moti mengomentari kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, Prabowo tengah berupaya keras mengubah pola pikir dan kebiasaan lama dalam menutup defisit anggaran dengan cara efisiensi.
Sebab, menurut Haris, pola pikir lama dalam menutup defisit anggaran ialah dengan kebiasan korup yang bergantung pada utang.
"Saya memandang kebijakan Presiden Prabowo menutup defisit bukan dengan utang, tetapi dengan mencegah kebocoran dan korupsi, serta melakukan efisiensi dan penghematan, adalah pola pikir dan kebiasaan baru dalam pengelolaan negara," kata Haris dalam keterangan yang diterima Suara.com, Selasa (11/2/2025).
Padahal, jika menggunakan pola pikir lama, Prabowo bisa saja tidak perlu melakukan efisiensi, penghematan, dan pemotongan anggaran kementerian/lembaga serta pemerintah daerah hingga Rp306 triliun.
Prabowo bisa memilih untuk memgajukam utang untuk membiayai program strategis pemerintahan Prabowo-Gibran. Tetapi opsi yang berdasarkan pola pikir dan kebiasaan lama itu tidak diambil kepala negara.
Haris menyoroti kebiasaan berutang pemerintah yang uangnya digunakan untuk kegiatan "omong kosong" yang tidak produktif.
"Bayangkan, kita berutang untuk membiayai kegiatan perjalanan dinas dan acara-acara seremonial, seminar, FGD, dan lain-lain. Bahkan, kita ber hutang untuk menutup devisit akibat kebocoran dan korupsi," kata Haris.
Menurut Haris, Indonesia pada prinsipnya bukan golongan ekstrimis yang anti terhadap utang. Tetapi seharusnya, utang sekalipun harus dikelola untuk kebijakan yang bersifat produktif dan berdampak langsung pada pembangunan kesejahteraan rakyat.
"Memang harus diakui, sepanjang reformasi, arus utama ekonomi kita tumbuh dari konsumsi yang bersumber dari kegiatan omong kosong seperti itu. Pertumbuhan kita disumbang oleh government spending yang mendorong tumbuhnya konsumsi. Misalnya, perjalanan dinas para pejabat pusat dan daerah menjadi rantai kegiatan ekonomi 'omong kosong' yang menumbuhkan perusahaan penerbangan, hotel, restoran, panti pijat, taksi, dan lain-lain," tutur Haris.
Baca Juga: Istana Bantah Anggaran BMKG Kena Pangkas 50 Persen Buntut Efisiensi: Tidak Benar
Menurut dia, ketika Prabowo mengubah haluan yang tidak bergantung pada utang maka konsekuensi yang dihadapi pemerintah ialah harus menutup defisit anggaran dengan mencegah kebocoran dan korupsi, serta melakukan efisiensi dan penghematan anggaran.