Efisiensi Ala Prabowo Dinilai Bisa Rusak Tata Kelola Pemerintahan, Tak Sinkron dengan Gemuknya Kabinet

Selasa, 11 Februari 2025 | 13:40 WIB
Efisiensi Ala Prabowo Dinilai Bisa Rusak Tata Kelola Pemerintahan, Tak Sinkron dengan Gemuknya Kabinet
Direktur IPO Dedi Kurnia Syah Putra. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai Presiden Prabowo Subianto tidak sedang mengejar efisiensi anggaran, melainkan hanya refocusing.

Sebab menurutnya bila Prabowo benar-benar menginginkan efisiensi anggaran, seharusnya kepala negara memulai dari kabinet yang ia bentuk. Menurut Dedi, Prabowo seharusnya memangkas jumlah kementerian, mengingat kebijakan efisiensi anggaran tidak sinkron dengan jumlah kabinet yang gemuk.

"Dan memang, efisiensi yang dijalankan Prabowo saat ini punya peluang merusak tata kelola kerja di pemerintah. Prabowo sebenarnya tidak sedang mengejar efisiensi melainkan hanya refocusing anggaran. Efisiensi itu tidak sinkron dengan struktur kabinet yang ia bentuk, bagaimana mungkin bisa efisien jika postur kabinet bertambah sangat besar?" kata Dedi kepada Suara.com, Selasa (11/2/2025).

Dedi mengatakan, jika benar Prabowo hendak efisien maka perlu adanya evaluasi terhadap kementerian dan lembaga yang tidak diperlukan. Kementerian dan lembaga yang tidak diperlakukan harus segera dibubarkan.

Baca Juga: Wanti-wanti DPR Soal Efisiensi Anggaran, Khawatir Efek Domino ke Ekonomi Rakyat

"Jika tujuannya efisiensi, perlu menganulir kabinet yang gemuk, menghilangkan peluang tumpang tindih, menghilangkan kementerian yang tidak punya dampak terhadap pembangunan, untuk urusan non pembangunan negara, dikembalikan ke otonomi daerah. Semisal, perlindungan anak dan perempuan, HAM, budaya, kependukukan, tidak seharusnya berdiri sendiri kementeriannya," tutur Dedi.

Bukan hanya evaluasi jumlah kementerian, Dedi berpandangan bahwa Prabowo juga perlu mengevaluasi program-program prioritas yang menelan anggaran besar. Hal itu perlu dilakukan bila pemerintah benar-benar ingin melakukan efisiensi.

"Dan program tidak produktif juga dihapus, MBG (makan bergizi gratis) misalnya yang telan biaya besar tetapi potensial tidak bertahan lama serta tidak berdampak," kata Dedi.

"Yang perlu dianggarkan lebih besar adalah kesejahteraan Guru, bukan makan murid karena selama ini tidak ada bukti para murid kelaparan saat sekolah," sambungnya.

Baca Juga: Ragu Ada 'Raja Kecil' yang Berani Lawan Presiden, Pengamat: Itu Hanya Halusinasi Prabowo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI