Menurutnya, narasi yang berkembang “Tambang untuk Kampus Murah" ironis dengan narasi SDGs dan Green Campus yang belakangan juga sesumbar dicitrakan oleh sejumlah kampus. Banyak kampus berlomba masuk dalam peringkat kampus yang mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) dan green metric.
“Namun, jika kampus yang sama justru terlibat dalam industri ekstraktif yang merusak lingkungan, maka itu adalah sebuah ironi besar. Apalagi bicara mendukung target Net Zero 2060,” katanya.
Akbar khawatir, bahwa akademia digunakan sebagai alat legitimasi moral dan intelektual bagi industri tambang. Kenyataannya, pengelolaan tambang bukan hanya soal modal kapital, tetapi juga kompetensi teknis yang tidak dimiliki oleh seluruh akademisi.
Selain itu, dalam rancangan perubahan UU Minerba, juga disebutkan bahwa kampus minimal harus memiliki akreditasi B di bidang pertambangan untuk mengelola tambang.
Bagi akbar, ini tidak berkaitan langsung dengan kemampuan kampus dalam mengelola tambang. Akreditasi hanya menilai tiga aspek utama perguruan tinggi: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat.
Pemerintah Memecah Belah Kampus
Ahli Hukum Tata Negara, Feri Amsari menegaskan, izin tambang bagi perguruan tinggi bukan sekadar bisnis, tetapi mencerminkan nafsu manusia yang berupaya memecah belah kampus. Kampus, yang seharusnya menjadi ruang pengkritik terhadap perilaku negara, kini
dijadikan target untuk dipecah belah.
“Fenomena ini mirip dengan upaya membelah ormas seperti Muhammadiyah dan NU, yang awalnya berbasis keadaban, tetapi kemudian terdorong ke arah perhitungan ekonomi. Kampus kini berada dalam ancaman serupa, di mana berbagai kepentingan berupaya mengarahkan institusi akademik ke ranah keuntungan bisnis tambang, yang berimplikasi pada fragmentasi internal,” beber Feri.
Menurutnya, ketika kampus berubah menjadi entitas bisnis tambang, objektivitas akademik menjadi mustahil. Ini dilema besar yang secara sistematis telah disebarluaskan oleh pemerintahan sebelumnya Presiden Jokowi dan berpotensi dilanjutkan oleh pemerintahan
sekarang. Pemerintah semakin menggeser kampus dari peran tradisionalnya sebagai ruang intelektual.
Baca Juga: Baleg DPR Sebut Pemerintah Sudah Setuju Kampus Bisa Kelola Tambang
Saat ini, wacana yang berkembang di dalam kampus bukan lagi soal bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi bagaimana cara mengekstraksi kekayaan alam. Hal ini mengubah esensi kampus sebagai tempat pembelajaran menjadi sekadar alat untuk
meraup keuntungan.