Suara.com - Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, mengungkapkan, jika pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan status tersangka pada kliennya berdasarkan bukti lama, sama sekali tanpa bukti baru.
Pernyataan Todung mengacu jawaban pihak KPK dan fakta persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan.
Dalam keterangannya kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (8/2/2025), Todung menyampaikan tentang keterangan pihak KPK pada halaman 27-44 poin A.3.
Di sana, KPK menjelaskan tentang munculnya penyidikan dengan tersangka Hasto Kristiyanto. Pada poin 9, penyidik menyimpulkan ada keterkaitan Hasto Kristiyanto pada perkara yang sedang berjalan. Setelah dicermati, ternyata kesimpulan tersebut masih berdasarkan dokumen-dokumen dan bukti-bukti lama yang telah diuji di proses persidangan sebelumnya.
Dimana, hasil persidangan sebelumnya justru menegaskan bukti-bukti tentang tuduhan keterlibatan Hasto Kristiyanto tersebut telah rontok di pengadilan.
Baca Juga: Perintangan Penyidikan Hasto Disebut Sistematis, IM57+ Duga Firli Bahuri Terlibat
“Sehingga, tidak berlebihan jika Kami mengatakan bahwa penersangkaan Hasto Kristiyanto adalah penersangkaan yang dipaksakan, dan bukan berdasarkan bukti baru sebagaimana diklaim oleh KPK,” kata Todung.
“Klaim adanya bukti baru ini justru bertentangan dan kontradiktif dengan jawaban KPK yang menerangkan dasar penersangkaan Hasto Kristiyanto,” sambungnya.
![Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/01/13/24835-hasto-kristiyanto-diperiksa-kpk.jpg)
Kedua, kata dia, KPK memaksakan imajinasinya bahwa sumber dana Rp400 juta adalah dari Hasto Kristiyanto. Pada halaman 43 Jawaban KPK disebutkan "keikutsertaan" Hasto adalah menyediakan uang Rp400 juta.
Hal ini jelas-jelas hanya didasarkan pada BAP Saksi-Saksi pada bulan Januari 2020 lalu, atau BAP awal yang telah diuji di persidangan. Dan dan berdasarkan fakta hukum di sidang, kata Todung, terlihat jelas sumber dana keseluruhan adalah dari Harun Masiku. Bahkan dakwaan KPK pun saat itu menyebutkan sumber dana adalah dari Harun Masiku, bukan dari Hasto Kristiyanto.
“Sehingga, semakin terang penetapan tersangka Hasto Kristiyanto ini tidak didasarkan bukti baru, melainkan dipaksakan berdasarkan imajinasi atau rekaan penyidik KPK. Bukti yang digunakan pun adalah BAP Saksi-saksi 8 Januari 2020,” ujarnya.
Baca Juga: Sidang Praperadilan Hasto, Kusnadi Bantah Tenggelamkan Handphone: Itu Melarung
Lebih lanjut, Todung menyampaikan, jika jawaban KPK menyebutkan pada halaman 44, terdapat 7 nama saksi yang diklaim sebagai bagian dari dua alat bukti permulaan untuk menersangkakan Hasto. Berbeda dengan bagian-bagian sebelumnya, 7 orang saksi ini tidak disebutkan kapan diperiksanya, dan apa materi pemeriksaannya sehingga disimpulkan sebagai bukti permulaan yang cukup.
Todung lalu mengungkap ‘flaw’ dari pihak KPK. Salah satu saksi yang disebut mengetahui adalah mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan yang mendengar nama Hasto disebut oleh Agustiani Tio dan Donny.
“Sangat disayangkan Penyidik menggunakan bukti yang merupakan testimonium de auditu ini, sesuatu yang dilarang tegas dan tidak dibenarkan dalam hukum acara pidana. Karena saksi haruslah yang mengetahui secara langsung, bukan mendengar "kabar burung" dari pihak lain,” kata Todung.
Todung menambahkan, bahwa bukti lain pun yang digunakan adalah bukti yang sudah pernah disita dari dari perkara sebelumnya dan sudah diperintahkan Hakim untuk dikembalikan pada pemiliknya.
“Hal ini tentu saja sangat bermasalah dari aspek hukum acara pidana, pertama karena bukti tersebut seharusnya sudah dikembalikan sehingga tidak dapat dijadikan dasar, kecuali dilakukan penyitaan ulang dan, bukti tersebut juga sudah pernah diuji di persidangan perkara sebelumnya,” katanya.
“Sehingga, wajar jika disimpulkan, Penyidik tidak punya bukti baru dan hanya mendaur-ulang cerita lama yang sudah tidak terbukti di Pengadilan,” pungkasnya.