Penasehat Hukum Sebut Penyidik KPK Diduga Langgar Hukum Demi Jadikan Hasto Tersangka, Begini Katanya

Sabtu, 08 Februari 2025 | 17:10 WIB
Penasehat Hukum Sebut Penyidik KPK Diduga Langgar Hukum Demi Jadikan Hasto Tersangka, Begini Katanya
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penasehat Hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut diduga melakukan pelanggaran hukum ketika mentersangkakan kliennya.

Hal itu disampaikan Todung berdasarkan pada fakta persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada Jumat (7/2/2025) kemarin, yang menghadirkan dua saksi yakni Agustiani Tio Fridelina dan Kusnadi.

Dalam pemeriksaan terhadap Saksi Agustiani Tio dan Kusnadi terdapat tekanan agar para saksi menyebut nama Hasto Kristiyanto. Bahkan Saksi Agustiani Tio mengatakan ia sempat diiming-imingi sejumlah uang sebelum pemeriksaan berjalan agar nama Hasto Kristiyanto disebut terlibat dalam perkara ini.

“Dengan demikian, dari Jawaban KPK dan fakta persidangan hari ini semakin terang benderang terungkap sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam menersangkakan Hasto Kristiyanto,” kata Todung Mulya Lubis dalam keterangan resminya yang diterima Suara.com, Sabtu (8/2/2025).

Pihaknya juga berpendapat KPK melakukan tindakan "daur ulang" bukti lama yang sudah tidak relevan, hingga membangun cerita berdasarkan imajinasi bukan berdasarkan bukti, serta melakukan tekanan-tekanan terhadap Saksi agar menyebut nama Hasto Kristiyanto.

Menurutnya, sejumlah persoalan hukum ini sangat merusak tatanan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Baca Juga: Sidang Praperadilan Hasto, Kusnadi Bantah Tenggelamkan Handphone: Itu Melarung

“Dukungan dari semua pihak untuk upaya pemberantasan korupsi tidak boleh dirusak dan dinodai dengan praktik-praktik terlarang dan tidak beretika dalam penegakan hukum seperti yang terjadi saat ini. Dan, terutama jangan sampai penegakan hukum dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis,” katanya.

Todung kemudian mencontohkan sejumlah imajinasi dan daur ulang oleh pihak penyidik KPK. Pada halaman 12 sampai dengan 17 di Jawaban KPK, Penyidik menguraikan sejumlah tuduhan tentang peran dan keterlibatan Hasto.

KPK menyebutkan Hasto Kristiyanto memerintahkan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah di kantor DPP PDIP dan mengatakan "tolong kawal surat DPP PDI Perjuangan yang keluar berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, amankan keputusan partai".

Hal itu, ia mengklaim bukanlah perbuatan melawan hukum, justru posisi Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP memiliki tugas untuk memastikan surat DPP PDIP yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung agar ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.

Artinya, kata Todung, KPK seolah-olah memframing bahwa perintah ini adalah bagian dari rangkaian suap yang dilakukan untuk meloloskan Harun Masiku.

Baca Juga: Dari Mana Duit Rp 56 Miliar yang Disita di Rumah Ketum Pemuda Pancasila Japto? Ini Kata KPK

“Padahal justru sesungguhnya Klien Kami sebagai petugas partai sedang memperjuangkan hak dan kewenangan partai yang dijamin oleh Putusan Mahkamah Agung dan bahkan ditegaskan oleh Fatwa MA,” katanya.

Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis. (Suara.com/Dea)
Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis. (Suara.com/Dea)

Selain itu, lanjut Todung, KPK membangun tuduhan berdasarkan imajinasi dan bukan berdasarkan bukti bahwa seolah-olah Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah melaporkan pada Hasto Kristiyanto terkait kesepakatan dengan Harun Masiku tentang dana operasional ke KPU, dan hal tersebut dipersilakan oleh Hasto.

KPK juga, kata dia, meneruskan cerita dengan menguraikan seolah-olah Hasto mempersilakan dan menyanggupi untuk menalangi dana operasional ke KPU, dan rangkaian cerita lainnya sebagaimana tertuang pada poin 6 di halaman 13-16.

Cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada Putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri.

“Menjadi pertanyaan, apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI