Suara.com - Nama Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Utara (Kaltara) Kombes Hendy Kurniawan terseret dalam pusaran kasus perintangan penyidikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Sebagaimana diungkap Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendy berperan besar dalam gagalnya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hasto dan Harun Masiku di tahun 2020 lalu.
Saat itu penyidik KPK sudah mengejar Hasto dan Harun yang berada di kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Namun para penyidik diadang gerombolan suruhan Hasto yang dipimpin Hendy Kurniawan, yang pada saat itu masih berpangkat AKBP.
Baca Juga: Sebut Kurniawan Striker Terbaik ASEAN Sepanjang Masa, Along Juga Bukan Pemain Sembarangan!
"Sekira pukul 20.00 WIB, tim termohon (KPK) yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang di bawah AKBP Hendy Kurniawan sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan pemohon (Hasto) tidak bisa dilakukan," ujar Tim Biro Hukum KPK saat sidang praperadilan Hasto di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025).
Polri merespons kabar Kombes Hendy Febrianto Kurniawan yang disebut menggagalkan OTT terhadap Hasto Kristiyanto, dan Harun Masiku, pada 8 Januari 2020.
“Itu dalam proses ya. Nanti tentu ada salinan ataupun apa yang disampaikan. Nanti kami akan lakukan tindak lanjut,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (7/2/2025) dikutip dari ANTARA.
Sepak Terjang di KPK
Kombes Hendy Febrianto Kurniawan bukan orang baru di KPK. Dia pernah menjadi penyidik di lembaga antirasuah itu pada tahun 2008. Namun pada November 2012 Hendy mengundurkan dari KPK.
Baca Juga: Perintangan Penyidikan Hasto Disebut Sistematis, IM57+ Duga Firli Bahuri Terlibat
Alasan Hendy mundur karena tidak suka dengan gaya kepemimpinan Ketua KPK saat itu Abraham Samad yang dinilai tidak profesional.
"Tindakan-tindakan pimpinan KPK periode sekarang yang cenderung menabrak SOP (standard operating procedure) KPK dan bertentangan dengan semangat profesionalitas saya sebagai penyidik," kata Hendy kala itu saat diwawancarai wartawan.
Ia lalu menyebut beberapa contoh kasus yang bermasalah salah satunya adalah keluarnya sprindik terhadap Miranda S. Goeltom sebagai tersangka kasus suap cek pelawat.
Menurut dia, Abraham Samad tidak melalui SOP saat menetapkan Miranda sebagai tersangka. Hendy mengatakan penyidk dan JPU, yakin tidak ada alat bukti dalam kasus Miranda dan itu sudah dituangkan dalam notulen dengan gelar perkara. Namun Abraham tetap ngotot memajukan perkara tersebut.
Gara-gara perbedaan pendapat itu, Hendy dan Abraham terlibat debat panas sampai-sampai Hendy menunjuk-nunjuk Ketua KPK tersebut.
"Bulan Maret, Pak Abraham sudah ingin keluarkan saya dari KPK karena saya adalah penyidik yang sudah menunjuk-nunjuk Pak Abraham terkait penerbitan sprindik Miranda S Goeltom (MSG)," paparnya.
Sikap Hendy ini dianggap Abraham Samad sebagai bentuk pembangkangan. Abraham Samad mengadukannya ke Mabes Polri.
"AS pernah usahakan saya keluar dari KPK, dengan melaporkan saya ke Kapolri kalau saya pembangkang. Karena saya kerja disini dengan gaji besar saya ingin kerja profesional, tapi pimpinan di sini suka-suka. Karena itu, saya tunjuk-tunjuk Pak Abraham," ujarnya.
Selain kasus Miranda, Hendy juga menyinggung kasus mantan anggota DPR RI dari Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Versi Hendy, penetapan Angelina Sondakh sebagai tersangka tidak menggunakan ekspose perkara dan tidak melalui sprindik.
"Setelah MSG, beberapa hari kemudian Angie juga hal yang sama. Itu yang diacung-acungkan, map itu yang tidak resmi, tidak lewat ekspose, tidak lewat sprindik, gimana masyarakat bisa dibohongi seperti ini," kata dia.
Menanggapi ocehan Hendy, Abraham Samad justru mempertanyakan kinerja Hendy ketika bertugas sebagai penyidik KPK. Menurut Abraham, Hendy tak pernah menyelesaikan tugasnya dengan benar seperti kasus Miranda S Goeltom.
"Loh, kenapa kalau dia (Hendy) yang periksa enggak ada buktinya. Giliran saya sudah terbuktikan di pengadilan, sudah divonis (Miranda)," kata Abraham Samad di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2012).