Suara.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan bahwa kader NU tidak boleh terlibat dalam entitas kompetisi kekuasaan politik di dalam negeri.
Prinsip tersebut, kata Gus Yahya, telah ditetapkan sejak muktamar ke-27 PBNU pada 1984.
"NU tidak boleh, sebagai entitas kolektif, melibatkan diri menjadi pihak dalam kompetisi kekuasaan dalam kontruksi bangsa yang kita bangun. Ini terkait juga dalam konsern lebih fundamental lagi," katanya dalam sambutan acara Sarasehan Ulama 'Asta Cita Dalam Perspektif Ulama NU' di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Menurut Gus Yahya, Masyarakat Indonesia saat ini banyak yang menjadi kader NU. Itu sebabnya, NU telah menjadi organisasi dengan budaya yang luas.
"Sehingga, sekarang saya sendiri merasa kemana-mana ketemuanya orang NU. Kalau ada menteri datang rasanya kok NU semua," tuturnya.
Walau begitu, dengan lingkungan budaya yang luas, Gus Yahya mengingatkan agar NU tidak boleh dibiarkan menjadi identitas politik. Karena bisa jadi berbahaya terhadap lingkungan bangsa negara.
Yahya memberikan contoh, India telah mengalami dampak buruk akibat membiarkan budaya agama tertentu jadi identitas politik dan ikut terlibat dalam kompetisi perebutan kekuasaan.
"Karena itu NU tidak boleh dibiarkan atau bahkan didorong sebagai identitas politik, tidak boleh," tegasnya.
Ada pun posisi NU dalam kontruksi negara, Yahya menjelaskan adanya nilai dasar untuk mengabdi, melayani, dan berbakti kepada masyarakat.
Baca Juga: Soal Kampus Dapat IUP, PBNU Terserah DPR dan Pemerintah
Dia menyebut bahwa posisi NU menyediakan diri untuk membantu dan mendukung rencana program pemerintah.