Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa dunia pendidikan sebenarnya sedang menghadapi situasi yang tidak biasa, terutama dalam mengenal jiwa anak. Kondisi tersebut tak lepas dari adanya fenomena invisible disabilitas berupa gangguan perilaku yang tersembunyi, seperti ganguan emosi, telat bicara, slowrener, dan lainnya.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra menyebutkan kalau kebanyakan anak memang berkembang pesat secara gizi fisik. Namun, tidak dengan jiwanya.
"Gizi jiwa terus tidak terpenuhi dan merosot jauh. Akibatnya modal kesehatan anak sangat rapuh," kata Jasra dalam keterangannya kepada Suara.com, Senin (3/2/2025).
Dia berharap, program Karya Cipta Lagu Pembelajaran Anak Usia Dini (KICAU) yang diluncurkan Kementerian Dikdasmen baru-baru ini bisa bertindak segera dan cepat untuk menangani fenomena tersebut.
Menurut Jasra, anak sudah terlanjur terpapar pemahaman kalau kesehatan jiwa identik dengan orang gila. Sehingga ada cara pandang yang salah tentang memahami permasalahan jiwa.
"Di panggil guru BK adalah sebuah kutukan. Sehingga prasyarat mengenal jiwa adalah sesuatu yang indah jadi hilang. Diksi dan narasi yang menuju kesehatan jiwa, sudah terlanjur dinarasikan negatif dalam berbagai problematika hidup anak. Ini yang harus di perbaiki," imbuhnya.
Dampaknya juga anak jadi menjauhi layanan kejiwaan katena takut terstigma dan mendapatkan tekanan.
Jasra beranggapan kalau harus ada revolusi dalam melihat isu kejiwaan di tengah masyarakat. Sebab, menurutnya, anak yang kekurangan gizi jiwa juga berpotensi melahirkan generasi dengan modal kesehatan jiwa yang rapuh di kemudian hari.