Suara.com - Pria asal Irak, Salwan Momika, tewas ditembak pada Rabu (29/1/2025). Insiden ini terjadi sehari sebelum pengadilan di Stockholm dijadwalkan memutuskan kasusnya terkait tuduhan menghasut kebencian etnis.
Diketahui, Salwan Momika ini merupakan seorang pria kontroversi yang berulang kali membakar Al-Qur'an di Swedia.
Mengutip AFP, Polisi Swedia mengonfirmasi bahwa seorang pria tewas dalam insiden penembakan, namun identitas korban belum secara resmi diumumkan.
Meski demikian, beberapa media lokal melaporkan bahwa pria yang menjadi korban adalah Salwan Momika, seorang imigran Kristen asal Irak yang memicu kemarahan dunia Muslim akibat aksinya membakar Al-Qur'an dalam demonstrasi publik.
"Seorang pria ditemukan tertembak di sebuah rumah di Hovsjo, Sodertalje, pada Rabu malam. Dia adalah Salwan Momika, 38 tahun, yang meninggal akibat luka tembak," ungkap lembaga penyiaran pemerintah Swedia, SVT.
Momika menjadi perhatian dunia setelah berulang kali melakukan aksi membakar Al-Qur'an di depan kedutaan besar negara-negara Muslim di Swedia sepanjang 2023.
Tindakannya memicu protes keras, termasuk dari Arab Saudi, Turki, Iran, dan Pakistan, yang mengecam Swedia karena mengizinkan aksi tersebut dengan dalih kebebasan berbicara. Akibatnya, ketegangan diplomatik meningkat, dan beberapa negara menyerukan boikot terhadap produk Swedia.
Pemerintah Swedia menghadapi tekanan besar dari dalam dan luar negeri, terutama karena meningkatnya risiko serangan teror terkait insiden tersebut. Keamanan nasional Swedia juga diperketat, termasuk pengamanan di kedutaan besar mereka di luar negeri.
Pada akhir 2023, otoritas Swedia memutuskan mengadili Salwan Momika atas tuduhan menghasut kebencian etnis. Pengadilan di Stockholm dijadwalkan mengeluarkan putusan pada Kamis (30/1/2025), namun kematiannya kini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kasus tersebut.
Hingga saat ini, belum ada informasi resmi mengenai siapa pelaku penembakan dan motif di balik serangan tersebut.
Profil Salwan Momika
Salwan Momika merupakan pria asal Irak. Namanya dikenal dunia setelah membakar Al-Qur'an di Swedia. Dikutip dari berbagai sumber, Salwan lahir di distrik Al-Hamdaniya, Irak, dan berasal dari komunitas Katolik Asyur.
Semasa perang saudara Irak (2006-2008), ia bergabung dengan Partai Patriotik Asyur dan bekerja sebagai petugas keamanan di kantor partai di Mosul.
Ketika ISIS merebut Mosul, Momika bergabung dengan Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) dan berperan dalam unit Kristen yang berperang melawan kelompok teroris tersebut.
Ia kerap terlihat mengenakan seragam militer serta membawa senjata, bahkan menyatakan kesetiaannya kepada Brigade Imam Ali, sayap militer Gerakan Islam Irak.
Pada 2017, Salwan Momika mengajukan suaka ke Jerman dengan visa Schengen. Di sana, ia secara terbuka meninggalkan agama Kristen dan menyatakan dirinya sebagai seorang ateis.
Setahun kemudian, ia pindah ke Swedia sebagai pengungsi asal Irak. Namun, permohonannya untuk mendapatkan izin tinggal permanen ditolak karena ketidaksesuaian informasi dalam dokumen imigrasinya, termasuk klaim palsunya tentang keterlibatan dengan Brigade Imam Ali.
Pada 2023, Salwan Momika menjadi perhatian dunia setelah melakukan aksi pembakaran dan perobekan Al-Qur’an dalam berbagai protes di Swedia. Ia mengklaim bahwa aksinya bukan untuk menyerang Muslim secara pribadi, tetapi sebagai bentuk kritik terhadap ajaran Islam.
Aksinya memicu kemarahan luas di negara-negara Muslim, menyebabkan memburuknya hubungan diplomatik Swedia dengan dunia Islam, serta meningkatnya ancaman keamanan nasional.
Badan Imigrasi Swedia sempat mengeluarkan keputusan untuk mendeportasi Salwan Momika, tetapi rencana tersebut tertunda karena ancaman yang mengintainya di Irak. Ia kemudian diberikan izin tinggal sementara hingga April 2024.
Selama periode tersebut, ia kerap berpindah tempat tinggal demi menghindari kemungkinan serangan dari pihak yang menentangnya.
Sejak aksinya viral, Salwan Momika menghadapi penolakan dari berbagai pihak, termasuk komunitas Muslim dan masyarakat Swedia secara umum. Bahkan di negara tempat ia mencari perlindungan, ia terus menerima kecaman dan ancaman. Permohonan suakanya akhirnya ditolak, membuatnya semakin terisolasi.
Kabar kematian Salwan Momika akhirnya dikonfirmasi oleh kepolisian Swedia setelah sebelumnya beberapa kali muncul rumor tentang dirinya menjadi sasaran ancaman kelompok ekstremis.