Menteri Hukum Beberkan Paulus Tannos Dua Kali Upayakan Lepas Status WNI, Tapi Gagal karena Ini

Dwi Bowo Raharjo | Novian Ardiansyah
Menteri Hukum Beberkan Paulus Tannos Dua Kali Upayakan Lepas Status WNI, Tapi Gagal karena Ini
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas. (Suara.com/Novian)

Supratman mengonfirmasi bahwa Tannon memikiki paspor negara sahabat.

Suara.com - Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan tersanga kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin masih berkewarganegaraan Indonesia. Tannon masih memegang paspor Indonesia kendati dia juga memiliki paspor Guinea-Bissau.

Supratman mengonfirmasi bahwa Tannon memikiki paspor negara sahabat. Kendati begitu status WNI Tannos tidak otomatis lepas.

"Bahwa berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM, bahwa untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia itu tidak berlaku otomatis," kata Supratman di kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

Supratman mengungkapkan bahwa ada upaya dari Tannos untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Upaya itu dilakukan Tannos sebanyak dua kali.

Baca Juga: Ditahan di Penjara Singapura, Paulus Tannos Terlibat Kasus Apa?

"Yang bersangkutan pernah mengajukan dua kali untuk melepaskan kewarganegaraan karena lewat sistem aplikasi," kata Supratman.

Menanggapi pengajuan permohonan dari Tannos, Kementerian Hukum melalui Ditjen AHU sudah meminta kepada Tannos untuk melengkapi dokumen. Tetapi sampai saat ini Tannos tidak melengkapi dokumen yang dimaksud.

"Tetapi sampai dengan hari ini dokumen yang diminta itu, itu tidak pernah yang bersangkutan sampaikan. Itu artinya bahwa yang bersangkutan masih statusnya sebagai warga negara Indonesia," kata Supratman.

Kronologi Penangkapan Tannos

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan penahanan sementara buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin di Singapura adalah sesuai dengan perjanjian ekstradisi Indonesia-SIngapura.

Baca Juga: Kejar Paulus Tannos, DPR Desak Pemerintah Percepat Ekstradisi Buronan E-KTP dari Singapura

"Pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur police to police (provisional arrest) berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu ke Divhubinter Mabes Polri," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (25/1/2025).

Tessa menerangkan KPK awalnya mengirim permohonan penahanan dengan melampirkan semua kelengkapan persyaratannya, kemudian Divisi Hubinter bersurat ke Interpol Singapura dan atase kepolisian Indonesia di Singapura yang selanjutnya diteruskan ke Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

"Karena penahanan di Singapura harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan, maka atase jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB, jaksa dan pengadilan di sana," ujar Tessa sebagaimana dilansir Antara.

Paulus Tannos.
Paulus Tannos.

Selanjutnya pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara atase kepolisian dan atase jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara tersangka PT.

Buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura saat yang bersangkutan sedang berada di Negeri Singa pada 17 Januari 2025.

Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.

KPK pada 13 Agustus 2019 mengumumkan empat orang sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

Empat orang tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

KPK menduga kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik tersebut sekitar Rp2,3 triliun.

Meski demikian, salah satu tersangkanya, yakni Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, diduga melarikan diri ke luar negeri setelah mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.

Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.