Suara.com - Terdakwa kasus dugaan suap Heru Hanindyo mengeklaim ada sejumlah kejanggalan terhadap kasusnya. Hakim yang menangani Ronald Tannur itu merasa keberatan atas perkara yang disangkakan kepadanya.
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Heru, Farih Romdoni. Kejanggalan dalam kasus ini salah sarunya terkait fakta penangkapan kliennya yang bukan merupakan operasi tangkap tangan (OTT)
"Sejak awal kasus ini, ada sejumlah kejanggalan yang dialami klien kami, pertama Penyidik tidak melakukan OTT sebagaimana pemberitaan di media, dan pada saat penangkapan," ujar Farih kepada wartawan, Senin (27/1/2025).
Selain itu, ia menyebut penyidik tidak dapat menunjukan persetujuan untuk menangkap Heru dari ketua Mahkamah Agung RI sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 26 UU nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum.
Kemudian, Farih, menyebut penggeledahan dan penyitaan tidak sesuai prosedur, karena penyidik juga tidak dapat menunjukan izin dari ketua pengadilan negeri surabaya. Bahkan dalam sprindik tidak disebutkan siapa tersangkanya yang akan digeledah.
Selain itu, sambung dia, semua barang berharga terdakwa bahkan harta yang merupakan warisan keluarganya ikut disita dan diklaim sebagai uang suap.
"Ketiga, surat dakwaan tidak jelas, karena tidak mengungkap peristiwa kapan dan bagaimana terdakwa HH melakukan tindakan korupsi atau suap yang dituduhkan kepadanya," terangnya.
"Konstruksi hukum yang dibuat jaksa penuntut umum tidak jelas, terkesan hanya menyeret klien kami yang tidak tahu apa-apa terkait suap menyuap dalam perkara RGT," pungkasnya.
Skandal 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur
Sebelumnya diberitakan, tersangka tiga hakim di PN Surabaya diterbangkan ke Jakarta untuk dipindahkan penahanannya dari Jawa Timur. Mereka yang dipindahkan, yakni Heru Hanindyo (HH), Erintuah Damanik (ED) dan Mangapul (M). Dalam persidangan vonis Ronald Tannur, ED merupakan ketua majelis, sementara Heru dan Mangapul masing-masing merupakan anggota.
Ketiga hakim itu ditangkap oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejgung) di Surabaya pada Rabu (23/10/2024) siang, kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada malam harinya.
Mereka sempat ditahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebelum dipindahkan penahanannya ke Jakarta pada hari Selasa (5/11/2024).
Mereka diduga menerima suap atau gratifikasi dari pihak pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR), untuk memutuskan vonis bebas dari dakwaan pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.
Dalam kasus ini, Lisa Rahmat juga sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam perkara ini.
Saat penggeledahan dilakukan di beberapa lokasi kediaman para tersangka, penyidik menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah serta beberapa barang bukti elektronik.
Atas perbuatan para tersangka, selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf e juncto Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.