Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan signifikan dalam pengaduan konsumen sepanjang 2024, yakni mencapai 14,8 juta aduan. Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudy, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima total 426 ribu pengaduan melalui kanal resmi.
Sementara jumlah aduan yang diterima OJK melalui aplikasi Sipeduli mencapai 14,8 juta. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya mengungkapkan bahwa sektor jasa keuangan menjadi aduan tertinggi dari konsumen sepanjang 2024.
Dari total 991 aduan individu yang diterima YLKI, sebanyak 334 di antaranya berasal dari keluhan terkait jasa keuangan.
OJK kemudian mengungkapkan bahwa aduan konsumen paling banyak berasal dari sektor perbankan dan pinjaman daring, yang sebelumnya akrab disebut pinjaman online (pinjol).
Baca Juga: OJK Tutup 593 Pinjol Ilegal yang Sebarkan Data Pribadi
“Selama 2024, pengaduan paling banyak datang dari sektor perbankan dan pinjaman daring, khususnya terkait perilaku petugas penagihan sebanyak 113 ribu aduan,” jelas Rudy dalam konferensi pers Yayasan Lembaga Konsumen Indonesi (YLKI), Jumat (24/1/2025).
OJK terus memperkuat kebijakan melalui berbagai regulasi, termasuk penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tahun 2023, salah satunya melarang penagihan utang pada malam hari dan hari Minggu.
Langkah ini diambil untuk mengurangi intimidasi terhadap konsumen.
“Kami berusaha memberikan perlindungan maksimal kepada konsumen, dan regulasi ini salah satu bentuk komitmen kami.” kata Rudy.
Selain itu, OJK juga mendirikan Indonesia Anti Scam Center (IASC) untuk menangani kasus penipuan digital.
Baca Juga: Perusahaan Asuransi Aflliasi BUMN Pangan Berdikari Insurance Resmi Ditutup OJK
“Jika konsumen merasa ditipu, bisa langsung melapor ke IASC. Ini bagian dari upaya kami melindungi masyarakat dari aktivitas ilegal,” tambahnya.
Pinjaman daring masih menjadi perhatian utama, terutama terkait tata kelola kredit dan kebijakan skoring kredit.
Rudy mengungkapkan, OJK telah mengeluarkan POJK No. 40 Tahun 2024 untuk mengatur operasional pinjaman daring.
Di sektor asuransi, kasus terkait unit link menjadi sorotan. Banyak perusahaan asuransi yang tidak memenuhi persyaratan, sehingga OJK memberikan sanksi tegas.
“Unit link memang naik-turun, tetapi ada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban mereka. Kami sudah melakukan tindakan terhadap perusahaan yang melanggar,” ujar Rudy.
Rendahnya literasi keuangan di Indonesia juga menjadi pekerjaan rumah bagi OJK.
“Literasi kita baru 65%, sedangkan tingkat inklusi sudah 75%. Banyak konsumen membeli tanpa pemahaman yang cukup. Ini jadi tanggung jawab kami untuk terus mengedukasi masyarakat,” katanya.
OJK juga berencana merilis kebijakan terkait penggunaan influencer dalam mempromosikan produk jasa keuangan.
“Kita komitmen itu. Dalam waktu dekat kita akan bikin terkait POJK influencer. Kita lagi bikin kajian,” jelas Rudy.
Rudy menekankan pentingnya kerja sama semua pihak untuk melindungi konsumen. OJK juga mendorong para konsumen untuk berani menyuarakan hak-haknya.
“Konsumen berani ngadu ini hal yang bagus. Kami mendorong konsumen yang cerdas dan mendukung pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) agar bertindak adil dan tidak merugikan konsumen,” tutupnya.
Dengan berbagai langkah ini, OJK berharap mampu meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap sektor jasa keuangan sekaligus menciptakan ekosistem yang lebih aman dan berkeadilan. (Kayla Nathaniel Bilbina)