Ismail Thawabta, kepala kantor media pemerintah yang dikelola Hamas, menjelaskan bahwa sekitar 88 persen wilayah Gaza mengalami kerusakan, dengan 161.600 unit tempat tinggal hancur total. Kerugian finansial awal diperkirakan melebihi 38 miliar dolar AS.
Sebuah laporan PBB terbaru menekankan bahwa upaya rekonstruksi memerlukan dana miliaran dolar AS serta komitmen internasional yang berkelanjutan.
Laporan tersebut juga mencatat potensi hambatan akibat pembatasan Israel terhadap masuknya material konstruksi ke Gaza.
Selama konflik 15 bulan antara Israel dan Hamas, militer Israel dilaporkan telah membunuh lebih dari 47.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza, sementara lebih dari 90 persen populasi Gaza harus mengungsi.
Tim Pertahanan Sipil bekerja tanpa henti untuk mencari warga yang terjebak di bawah reruntuhan. Sejak gencatan senjata diberlakukan, mereka telah menemukan lebih dari 100 jenazah.
"Kami tidak bisa berbicara tentang kembali ke kehidupan normal sementara jenazah masih terkubur di bawah reruntuhan. Hanya pada hari Selasa (21/1), kami telah mengevakuasi 80 jenazah. Banyak keluarga yang masih hilang," demikian kata Sami Al-Haddad, seorang sukarelawan dalam upaya penyelamatan itu.
Meskipun lebih dari 1.000 truk bantuan kemanusiaan telah memasuki Jalur Gaza setelah gencatan senjata, warga merasa dukungan tersebut belum mencukupi.
Mohammed Salah, seorang penduduk kamp Nuseirat di Gaza tengah, mempertanyakan seberapa cukup bantuan itu.
"Bantuan datang, tetapi kami tidak merasakannya. Kami mendapatkan sedikit makanan, tapi bagaimana dengan rumah kami? Siapa yang akan membangun kembali? Hidup kami telah hancur," ujarnya.
Baca Juga: Israel Tolak Serahkan Rafah: Kendali Perbatasan Tetap di Tangan Zionis Meski Gencatan Senjata