Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana pemecatan lebih dari 1.000 pejabat yang diangkat oleh pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden. Melalui unggahan di Truth Social pada Selasa dini hari, Trump menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan pemerintahannya dengan visi Make America Great Again (MAGA).
"Kantor Kepresidenan saya saat ini sedang dalam proses mengidentifikasi dan memberhentikan lebih dari seribu pejabat yang diangkat oleh pemerintahan sebelumnya, yang tidak sejalan dengan visi kami," tulis Trump.
Keputusan ini segera menimbulkan kekhawatiran bahwa Trump akan mengganti para pejabat tersebut dengan individu yang lebih setia terhadap agendanya.
Empat Pemecatan Pertama: Dari Jenderal hingga Koki Selebriti
Dalam unggahannya, Trump langsung mengumumkan empat pemecatan awal, termasuk Jenderal Mark Milley dan koki terkenal José Andrés.
Baca Juga: Elon Musk Bantah Lakukan Salam Nazi saat Pelantikan Donald Trump: Ini Sudah Sangat Usang!
Milley, mantan Ketua Kepala Staf Gabungan yang sempat menerima pengampunan pre-emptive dari Biden sehari sebelumnya, dipecat dari Dewan Penasihat Infrastruktur Nasional. Sementara itu, Andrés, yang menerima Presidential Medal of Freedom dari Biden, dicopot dari Dewan Kepresidenan untuk Olahraga, Kebugaran, dan Gizi.
Langkah Trump terhadap Milley tampaknya sudah direncanakan sejak lama. Setelah pelantikannya pada Senin, potret Milley langsung dicopot dari Pentagon—tindakan simbolis yang mencerminkan hubungan buruk antara keduanya. Sebelumnya, Trump bahkan pernah menyarankan bahwa Milley pantas dihukum mati karena melakukan komunikasi rahasia dengan Tiongkok.
Selain Milley dan Andrés, Trump juga mencopot Brian Hook, mantan diplomat yang duduk di Wilson Center for Scholars, serta Keisha Lance Bottoms, mantan Wali Kota Atlanta yang menjadi anggota Dewan Ekspor Presiden.
"Ini adalah pemberitahuan resmi pemecatan bagi keempat individu ini, dan masih banyak lagi yang akan menyusul," tambah Trump. Dengan nada khasnya, ia menutup pengumuman tersebut dengan kalimat "YOU’RE FIRED!"—menghidupkan kembali gaya otoriternya yang populer sejak era The Apprentice.
Selain pemecatan massal, Trump juga mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan seluruh pegawai federal kembali bekerja penuh waktu di kantor, lima hari dalam seminggu. Langkah ini mengakhiri sistem kerja jarak jauh yang diperkenalkan selama pandemi COVID-19 di era Biden.
Baca Juga: Drama TikTok Berlanjut: Trump Beri Waktu 75 Hari, Nasib di AS Masih Tak Pasti
Selain itu, Trump juga menghidupkan kembali kebijakan kontroversial Schedule F, yang melemahkan perlindungan kerja bagi pegawai negeri sipil. Dengan kebijakan ini, Trump memiliki kendali lebih besar untuk memecat pegawai federal yang dianggap tidak loyal terhadap kebijakannya.
Para sekutu Trump menyebut kebijakan ini sebagai strategi untuk "membersihkan birokrasi" dari pejabat yang telah lama berkarier di pemerintahan dan menggantinya dengan orang-orang yang lebih sejalan dengan visinya.
Namun, kebijakan ini langsung mendapat kritik dari berbagai pihak. Banyak yang menilai bahwa pemecatan massal dan perubahan status kepegawaian ini dapat melemahkan stabilitas pemerintahan dan mempolitisasi birokrasi federal.
Langkah Trump ini diyakini akan semakin memperdalam perpecahan politik di Washington. Para pendukungnya melihat kebijakan ini sebagai cara untuk menyingkirkan elemen deep state yang dianggap menghambat agenda MAGA. Sebaliknya, para kritikus memperingatkan bahwa langkah ini dapat membuka jalan bagi pemerintahan yang semakin otoriter dan berisiko menghilangkan keseimbangan kekuasaan dalam birokrasi.
Dengan lebih banyak pemecatan yang dijanjikan akan datang, pemerintahan Trump tampaknya siap untuk menghadapi guncangan politik besar di hari-hari awalnya.