Trump Tanda Tangani Perintah Eksekutif tentang Kebebasan Berbicara

Bella Suara.Com
Selasa, 21 Januari 2025 | 12:53 WIB
Trump Tanda Tangani Perintah Eksekutif tentang Kebebasan Berbicara
Tangkapan layar - Presiden Ke-47 Amerika Serikat, Donald Trump, saat mengambil sumpah pelantikannya di Capitol Rotunda, Washington DC pada Selasa dini hari. Trump akan segera mengesahkan aturan terkait penetapan status darurat nasional di perbatasan bagian selatan negara itu. (ANTARA/youtube@foxnews)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada hari Senin menandatangani perintah eksekutif yang diklaim bertujuan untuk memulihkan kebebasan berbicara dan mengakhiri penyensoran. Namun, langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak yang menyoroti tindakan masa lalunya dalam mengancam dan menuntut jurnalis, kritikus, serta lawan politiknya.

Latar Belakang dan Signifikansi

Trump dan sekutunya dari Partai Republik menuduh pemerintahan Presiden Joe Biden telah mendorong pembatasan kebebasan berbicara di platform daring. Tuduhan tersebut terutama terkait dengan upaya pemerintah dalam menangani klaim palsu mengenai vaksin dan pemilu.

Namun, Mahkamah Agung AS pada bulan Juni memutuskan bahwa interaksi pemerintahan Biden dengan perusahaan media sosial tidak melanggar perlindungan kebebasan berbicara yang dijamin oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS.

Konteks dan Kontroversi

Trump sendiri telah mengalami pembatasan di platform media sosial setelah insiden serangan ke Gedung Capitol AS oleh para pendukungnya pada 6 Januari 2021, yang terjadi setelah kekalahannya dalam pemilu 2020 melawan Biden.

Baca Juga: Gestur Elon Musk saat Pidato di Pelantikan Donald Trump Picu Kontroversi

Ironisnya, Trump selama bertahun-tahun telah menggunakan jalur hukum untuk menekan kritik terhadap dirinya. Pada tahun 2022, ia menggugat mantan pesaing politiknya, Hillary Clinton, atas komentar terkait dugaan hubungan kampanyenya dengan Rusia, namun gugatan tersebut dibatalkan dengan alasan sebagai penyalahgunaan pengadilan.

Selain itu, Trump telah berulang kali menyebut wartawan sebagai "musuh rakyat" dan menggugat berbagai media besar, termasuk CNN, ABC News, CBS News, penerbit Simon & Schuster, serta Des Moines Register. Beberapa gugatan tersebut telah dibatalkan atau diselesaikan di luar pengadilan.

Pendapat Para Ahli

Profesor David Kaye dari Universitas California, Irvine, menegaskan bahwa pemerintah federal telah dilarang mencampuri kebebasan berbicara warga negaranya berdasarkan Amandemen Pertama. Oleh karena itu, menurutnya, perintah eksekutif Trump tidak akan mengubah kebijakan yang sudah berlaku.

Kaye, yang juga mantan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk kebebasan berbicara, mengkritik langkah ini sebagai tindakan hubungan masyarakat yang sangat sinis.

"Anda tidak bisa di satu sisi mengatakan, 'Media adalah musuh rakyat,' dan di saat yang sama mengatakan, 'Ini adalah kebijakan Amerika Serikat untuk menjamin hak rakyat Amerika untuk terlibat dalam kebebasan berbicara yang dilindungi oleh konstitusi.' Kedua hal itu tidak cocok," katanya.

Baca Juga: Terungkap! Elon Musk Pimpin Departemen Khusus di Kabinet Donald Trump

Pernyataan Gedung Putih

Setelah pelantikan Trump, Gedung Putih merilis pernyataan yang menegaskan bahwa pemerintahan sebelumnya telah menginjak-injak hak kebebasan berbicara dengan menyensor ucapan warga Amerika di platform daring. Mereka menuduh pemerintah sebelumnya menggunakan tekanan koersif terhadap perusahaan media sosial untuk membatasi atau menghapus konten yang dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

Kesimpulan

Perintah eksekutif Trump ini mencerminkan upaya politiknya untuk menampilkan diri sebagai pembela kebebasan berbicara, meskipun rekam jejaknya menunjukkan tindakan yang bertolak belakang. Sementara sekutunya menyambut baik langkah ini, para pengkritik menilai bahwa tindakan tersebut lebih bersifat simbolis dan tidak memiliki dampak nyata dalam sistem hukum yang sudah ada.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI