Suara.com - Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) diminta tidak dilakukan serentak. Wacana tersebut disampaikan agar bisa meminimalisasi potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pakar ilmu politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yusa Djuyandi mengusulkan agar pemilu nantinya diubah menjadi pemilu nasional dan daerah.
Selain itu, ia mengemukakan bahwa nantinya pelaksanaan pemilu diberikan jeda selama dua tahun.
"Jeda itu dibutuhkan agar meminimalkan habisnya tenaga penyelenggara pemilu," katanya seperti dikutip Antara, Senin (20/1/2025).
Baca Juga: Merasa Paling Dirugikan, Partai Buruh Mau Gugat Pemilih Pemilu Berdasarkan Alamat KTP
Tak hanya itu, menurutnya dengan adanya jeda bakal memberikan waktu bagi partai politik untuk mempersiapkan kandidat maupun koalisi dengan lebih baik.
Yusa kemudian memberikan penegasan yang hanya ditata ulang hanya terfokus pada penyelenggaraan pemilu dan pilkada dilakukan dalam tahun yang sama.
Namun untuk pilkada serentak, ia mengatakan bahwa pelaksanaannya dilakukan serentak di Seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan rekomendasi agar ada desain ulang keserentakan pemilu dan pilkada.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan bahwa saran tersebut merupakan salah satu dari lima rekomendasi dari lembaganya kepada pemangku kepentingan terkait mengenai perlindungan dan pemenuhan HAM bagi petugas pemilu ke depannya.
Baca Juga: Jalan Maju Pilpres Terbuka Usai Putusan MK, Partai Buruh Siap Usung Kader Internal di Pemilu 2029