AI, Misinformasi dan Ancaman Fisik: Tantangan Berat Jurnalis di Era Digital

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 20 Januari 2025 | 23:55 WIB
AI, Misinformasi dan Ancaman Fisik: Tantangan Berat Jurnalis di Era Digital
Ketua Dewan Pers periode 2022-2025, Ninik Rahayu, mengumumkan dimulainya proses pendaftaran calon anggota Dewan Pers untuk periode 2025-2028. (tangkap layar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Pers mengemukakan saat ini dunia jurnalistik menghadapi tantangan besar di era digital, mulai dari bisnis media yang tergerus hingga perlindungan jurnalis yang masih minim.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkap ada dua tantangan utama yang dihadapi pers Indonesia, yakni keberlangsungan bisnis media dan independensi jurnalis dalam menghasilkan karya jurnalistik berkualitas.

“Pendapatan dari iklan telah banyak beralih ke media sosial. Ini menjadi tantangan besar bagaimana Dewan Pers bersama konstituen dapat mendiversifikasi cara agar pers tetap hidup secara bisnis,” katanya dalam jumpa pers, Senin (20/1/2025).

Ninik juga menyoroti kualitas jurnalistik dalam era digital, terutama penggunaan Artificial Intelligence (AI) yang rentan menghadapi misinformasi dan disinformasi.

Baca Juga: Dewan Pers Soroti IKP Indonesia Terus Menurun: Pers Nasional Sedang Tidak Baik-baik Saja

“Independensi jurnalis yang harus terus didukung. Di era digital ini, misinformasi dan disinformasi merajalela, sementara kapasitas jurnalis yang memiliki sertifikasi utama, madya, dan muda, jumlahnya masih sangat sedikit, tidak lebih dari 19.000,” jelas Ninik.

Dalam meningkatkan kapasitas jurnalis, Ninik menekankan pentingnya dukungan pemerintah sebagai tanggung jawab untuk menjaga pers.

“Dukungan berupa uji kompetensi dan pelatihan masih sangat minim. Tanpa kapasitas yang memadai, para jurnalis kesulitan menghasilkan karya yang profesional, apalagi di tengah tekanan publik untuk selalu cepat dan akurat,” tambahnya.

Selain itu, Ninik mengingatkan pentingnya perlindungan jurnalis dari berbagai bentuk kekerasan, baik fisik maupun siber.

“Kesejahteraan jurnalis juga mencakup keamanan dalam menjalankan tugasnya. Kita masih melihat intimidasi dan perusakan alat kerja. Bahkan, jurnalis pemula seperti yang aktif di pers kampus,” ungkapnya.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Perempuan Masih jadi Isu 'Seksi' Media, Dewan Pers: Bukan Lindungi Korban tapi Diekploitasi

Anggota Dewan Pers, Totok Suryanto, menambahkan bahwa tantangan besar pers juga datang dari internal, yakni menjaga keseimbangan antara pers sebagai institusi kepercayaan publik dan pers sebagai entitas bisnis.

“Mahkota pers adalah kepercayaan publik. Namun, tanpa perusahaan pers yang sehat, baik secara jurnalis maupun bisnis, kepercayaan ini sulit dibangun. Oleh karena itu, perusahaan pers harus memenuhi standar administratif dan hubungan industrial yang ditetapkan Dewan Pers,” ujarnya.

Totok juga mengingatkan bahwa Dewan Pers harus tetap berada di tengah, menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah.

“Dewan Pers tidak boleh menjadi oposisi kekuasaan, tapi juga tidak boleh menjadi bagian dari kekuasaan,” tegasnya.

Melalui pendaftaran calon anggota yang berlangsung hingga 11 Februari 2025, Dewan Pers berharap dapat memilih figur-figur yang mampu menghadapi tantangan ini.

“Strategi penguatan kapasitas, diversifikasi bisnis media, dan kerjasama dengan multi-stakeholder harus menjadi prioritas untuk menjaga keberlanjutan pers sebagai pilar demokrasi,” tutup Ninik.

Reporter : Kayla Nathaniel Bilbina

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI