Suara.com - Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Putra Nababan mengkritisi agenda Baleg yang membahas Rancangan UU tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba).
Putra menyoroti agenda tersebut dilakukan di masa reses DPR RI. Terlebih juga ia mengaku belum menerima naskah akademik RUU Minerba yang jadi pembahasan.
"Saya tidak masuk dalam substansi dulu. Karena sudah menjadi tugas saya ssbshai anggots Baleg, untuk kami bersama menjaga marwah dari Baleg yang terhormat ini. Terutama ketika kita di awal sidang setelah pelantikan itu punya komitmen bersama, agar proses pembentukan UU ini dijalankan dengan benar dan selurus-lurusnya," kata Putra dalam rapat di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Ia pun mempertanyakan soal naskah akademik RUU Minerba yang terdapat tambahan beberapa pasal. Putra mengaku belum sempat membaca naskahnya lantaran naskah baru dikirim 30 menit sebelum rapat.
Baca Juga: Trending di X Gegara Arogan, Detik-detik Mobil RI 25 Menteri Satryo Dikepung Puluhan ASN: Turun!
"Ya kayaknya kok enggak mungkin kami bikin UU tanpa membaca naskah akademik. Lalu dikirim 30 menit sebelumnya. Panjanya 78 halaman, mohon izin saya belum sempat baca. Mohon izin maaf saya belum baca," ujarnya.
"Ini termasuk tanggung jawab saya kepada konstituen saya. Di Jakarta Timur bahwa anggotanya belum sempat baca naskah akademik sebelum bikin UU," sambungnya.
Kemudian Putra menyinggung soal partisipasi publik terhadap pembahasan RUU Minerba.
"Terkait dengan meaningful participation. Ini mau kami ke manakan ini barang. Karena saya lihat jadwal begitu padat sampai jam 7. Bagaimana kami menjustifikasi stakeholder dari minerba yang begitu banyak ya. Sehingga kita mem-by pass dan melewati meaningful participation itu. Nah ini juga harus kami pertanggung jawabkan," katanya.
Untuk itu, kata dia, hal tersebut harus dijelaskan kepada publik.
"Saya 5 tahun di periode lalu, baleg juga, konsisten dari dilantik sampai selesai masa jabatan dan ingin menyaksikan proses yang berbeda. Pertama di awal dulu naskah akademik belum sempat kami baca. Saya enggak tahu (yang) hadir di sini sudah baca belum. Kalau ada yang baca tolong pointer-nya dikirim ke saya. Biar cepat ada contekannya. Kedua tentang partisipasi publik. Ini diatur dalam tatib dan UU. Saya rasa itu dulu yang bisa saya sampaikan," pungkasnya.
Rapat RUU Minerba
Hari ini, Baleg DPR RI menggelar rapat membahas RUU Minerba. Ada beberapa tambahan pasal dalam pembahasan ini salah satunya yang mengatur jika perguruan tinggi nantinya bisa mengelola tambang.
Rapat digelar di tengah masa reses DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025). Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan memimpin langsung rapat.
Dalam rapat Bob mempersilakan Tenaga Ahli (TA) Baleg DPR RI untuk menyampaikan soal adanya perubahan pasal dalam RUU Minerba.
Ada 11 poin yang meyangkut kebutuhan hukum yang dipaparkan.
Salah satunya soal prioritas pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) diberikan kepada organisasi kemasyarakatan hingga perguruan tinggi.
"Berikutnya, penambahan pasal 51A ayat 1, WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas. Jadi di luar diberikan kepada Ormas keagamaan juga bisa diberikan kepada perguruan tinggi," disebutkan dalam paparan TA Baleg.
Adapun berikut isi pasal yang dipaparkan dalam rapat Baleg:
Pasal 51A
(1) WIUP Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
- luas WIUP Mineral logam;
- akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B; dan/atau
- peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51B
(1) WIUP Mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.
(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
- luas WIUP Mineral logam;
- peningkatan tenaga kerja di dalam negeri;
- jumlah investasi; dan/atau
- peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri dan/atau global.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas dalam rangka hilirisasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.