Suara.com - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto ikut pasang badan membela Penjabat (Pj) Gubernur DKI Teguh Setyabudi yang membolehkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) Jakarta untuk beristri lebih dari satu alias poligami. Dalihnya, karena Teguh justru dianggap memperketat poligami di kalangan ASN lewat berbagai syarat.
Hal ini disampaikan Bima usai menemui Teguh secara langsung di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (20/1/2025). Dalam kesempatan itu, Bima mengakui memang turut membahas pro-kontra aturan itu bersama Teguh.
Bima mengatakan, aturan yang diterbitkan Teguh itu tak hanya mencakup soal poligami saja, melainkan tentang pernikahan dan perceraian. Ia menganggap Teguh sedang berupaya membina para ASN agar meminimalisir kasus perceraian.
"Ya tadi saya tanyakan sedikit, kami bahas sedikit. Jadi memang begini, ASN itu kan juga insan-insan berumah tangga yang perlu kita bina," ujar Bima kepada wartawan.
Baca Juga: SHGB Pagar Laut Tangerang Milik Kapuk Niaga Indah? Menteri ATR Nusron Wahid: Itu Tidak Betul!
"Selama jadi wali kota, saya banyak menandatangani surat izin perceraian. Di Jakarta ini juga perceraian agak tinggi juga ya," lanjutnya.
Menurut Bima berdasarkan data yang disampaikan Teguh kepadanya, kasus perceraian ASN Jakarta tahun 2024 saja mencapai 116 kasus. Aturan ini juga dianggapnya memberikan kepastian hukum kepada para ASN mengenai ketentuan pernikahan-perceraian.
"Jadi tidak hanya sekonyong-konyong masalah poligami, tapi perceraian, pernikahan. Banyaknya angka perceraian, ada dinamika keluarga di situ, kami harus lindungi semuanya," jelasnya.
Selain itu, ia menilai sebenarnya tak ada hal baru dalam ketentuan Pergub yang diterbitkan Teguh. Sebab, poin dan pasal yang tercantum sudah sesuai dengan edaran Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Peraturan Pemerintah.
"Nah, jadi intinya memperketat. Memperketat proses poligami. Enggak mudah. Untuk ASN ini enggak mudah. Harus diperketat. Supaya enggak gampang kawin cerai, lah. Intinya begitu," pungkasnya.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Dicap Buzzer Linglung, Eks Anak Buah Sri Mulyani: Ntar Turun Pangkat Lho!
ASN di Jakarta Boleh Poligami
Pj Gubernur Teguh sebelumnya menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian untuk aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Dalam regulasi ini, diatur juga soal menikah lebih dari satu kali alias poligami.
Pergub ini menggantikan Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 yang kini tak lagi berlaku.
Terdapat delapan bab dengan ruang lingkup peraturan dalam Pergub ini. Di antatanya mengenai pelaporan perkawinan, izin beristri lebih dari seorang atau poligami, izin atau keterangan perceraian, tim pertimbangan, hak atas penghasilan, serta pendelegasian wewenang dan pemberi kuasa.
Teguh dalam Bab II Pergub itu mengatakan pegawai ASN yang telah melangsungkan perkawinan wajib melaporkannya paling lama satu tahun sejak perkawinan dilangsungkan.
"Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban pelaporan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bungi Pasal 3 ayat (3) Pergub Nomor 2 Tahun 2025, dikutip pada Jumat (17/1/2025).
Dalam Pasal 4 ayat (1), dinyatakan pegawai ASN pria boleh beristri lebih dari seorang. Namun, ASN itu wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan.
"Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sebut Pasal 4 ayat (2).
Nantinya, izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan kepada ASN pria apabila memenuhi persyaratan seperti istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun perkawinan.
Lalu, ASN pria harus mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis, mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak, sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak, tidak mengganggu tugas kedinasan, dan memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Izin beristri lebih dari seorang tidak dapat diberikan apabila bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut pegawai ASN yang bersangkutan, tidak memenuhi persyaratan, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat, dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Sementara, mengenai izin perceraian bagi ASN Pemprov DKI tertuang dalam Pasal 10. Pegawai ASN yang akan melakukan perceraian sebagai penggugat wajib memperoleh izin perceraian dari pejabat yang Berwenang.
"Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mendaftarkan gugatan perceraiannya ke pengadilan, sebelum memperoleh keputusan pemberian izin perceraian," ungkap Pasal 10 ayat (3).
Lalu dalam Pasal 11, terdapat alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin perceraian, yaitu salah satu pihak berbuat zina; salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan; salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya; salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung; salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pada Pasal 12, disebutkan bahwa izin perceraian dapat ditolak apabila bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai ASN bersangkutan, tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau alasan istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.