Suara.com - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) disebut-sebut sudah memiliki konsep baru untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Bahkan kabarnya, konsep tersebut sudah berada di meja Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Dikdasmen Abdul Mu'ti mengemukakan bahwa sedianya bersama Presiden Prabowo akan menggelar rapat terbatas konsep baru tersebut namun urung digelar.
"Itu baru kami sampaikan dalam bentuk tertulis dan tadi tidak sempat dibahas karena beliau ada agenda lain, tapi kami tetap meminta supaya itu segera diputuskan karena ada dua kepentingan," katanya usai ratas di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Saat ditanya kemungkinan konsep baru PPDB tersebut bakal menghapus sistem zonasi, ia enggan membocorkannya.
Baca Juga: Konsep Baru PPBD di Meja Istana, Prabowo Siap Ubah Sistem Zonasi?
Bahkan, ia menegaskan tindak lanjut konsep baru PPDB masih menunggu keputusan Prabowo.
"Sampai nanti ada keputusan apakah diputuskan langsung oleh pak presiden ataukah nanti lewat sidang kabinet itu tunggu sampai pada waktunya tiba," katanya.
Sebelumnya, wacana untuk mengevaluasi pemberlakuan PPDB Zonasi tersebut disampaikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka gelar dalam rapat koordinasi (rakor) bersama Kemdikdasmen, Komisi X DPR, beserta seluruh Kepala Dinas Pendidikan.
Dalam rakor Gibran menyoroti sistem zonasi yang diakuinya masih belum optimal.
Ia bercerita saat masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, pernah mengirimkan surat kepada Menteri Pendidikan sebelumnya yang diemban oleh Nadiem Makarim.
Baca Juga: Skema Pembelajaran Selama Ramadan Segera Diumumkan, Bukan Libur?
"Zonasi ini program yang baik, tapi silakan nanti Bapak-Ibu selama rakor mungkin bisa memberi masukan karena jumlah guru kita itu belum merata. Ada provinsi tempat-tempat yang kelebihan guru, ada provinsi tempat-tempat yang kekurangan guru. Ini nanti tentunya menjadi PR untuk Pak Menteri," katanya.
Gibran berpendapat, sistem zonasi untuk penempatan siswa sekolah belum bisa diterapkan di semua wilayah akibat jumlah guru yang tidak merata tersebut.
Solo termasuk salah satu kota yang kesulitan menerapkan sistem zonasi. Selama menjadi Wali Kota Solo 2,5 tahun, Gibran mengaku mendapat komplain setiap tahun.
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Presiden Prabowo Subianto mempertahankan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Sebab, sistem zonasi sebenarnya yang paling mendekati prinsip keadilan dalam memberikan hak pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Baik pintar atau tidak, kayak atau tidak, dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi RI," kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti.
Ia mengemukakan untuk menempuh pendidikan di sekolah negeri memungkinkan siswa dari keluarga miskin untuk dapat akses pendidikan yang terjangkau.
Berdasarkan hasil penelitian Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga tidak mampu justru mengeluarkan biaya pendidikan lebih tinggi bila tidak berhasil menembus sekolah negeri karena kalah nilai.
Karena itu, FSGI juga mendesak pemerintah kabupaten/kota untuk segera membangun SMP Negeri baru dan pemprov segera membangun SMAN dan SMKN baru di wilayah kecamatan yang belum memiliki sekolah negeri.
"Pemda dapat bekerjasama dengan pemerintah pusat, Pemda menyediakan lahannya dan pemerintah pusat mendirikan bangunan atau gedung sekolahnya," saran Retno.
Selain itu, FSGI juga mengungkap berbagi risiko bila sistem zonasi PPDB dihapus, sebagaimana permintaan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Salah satunya tidak ada jaminan terhadap mayoritas anak Indonesia bisa masuk ke sekolah negeri. Sementara jumlah sekolah negeri masih terbatas.
Bahkan, FSGI mencatat bahwa tidak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun.
"Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu," kata wakil Sekjen FSGI Mansur.
Sebelum adanya sistem zonasi, FSGI mengakui bahwa pelaksanaan PPDB memang nyaris tak ada gejolak selama 50 tahun.
Hal itu dinilai karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar. Akan tetapi, kehadiran negara minim dalam menyediakan sekolah negeri yang terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, sistem PPDB sebelumnya juga dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.
"Faktanya anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya anak-anak keluarga tidak mampu yang tidak tahu harus bersuara kemana, dan akhirnya pasrah menerima keadaan karena nilai akademik anak-anak mereka umumnya memang kalah dari anak-anak yang berasal dari keluarga kaya," lanjut Mansur.
Bahkan berdasarkan hasil survei yang dilakukan FSGI dengan responden guru menyebut bahwa mayoritas guru setuju Ujian Nasional (UN) dihapus dan sistem zonasi dalam PPDB tetap dipertahankan.
Survei dilakukan terhadap 912 responden guru yang terdiri dari 58,9 persen guru di jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10,1 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB. Mereka tersebar di 15 provinsi.
Adapun secara jenis kelamin, 56,4 persen responden guru perempuan dan 43,6 persen guru laki-laki. Survei dilakukan pada 17 – 22 November 2024 dengan menggunakan google form.
Hasil dari survei menunjukan bahwa 87,6 persen responden setuju UN di hapus dan 12,4 persen setuju UN kembali dilaksanakan. Sedangkan 72,3 persen responden setuju PPDB Sistem Zonasi dipertahankan dan 27,7 persen setuju sistem zonasi dihapus.
Meski penuh dengan polemik untuk dilanjutkan atau tidaknya sistem zonasi PPDB, Mendikdasmen meminta kepada semua pihak untuk bersabar dengan yang akan ditetapkan Presiden Prabowo.
"Ya semua akan ada penjelasan setelah itu terbit, semua akan indah pada waktunya ya," katanya.