Suara.com - Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, kembali menolak untuk diperiksa oleh penyelidik terkait upayanya yang gagal dalam memberlakukan darurat militer. Penolakan ini terjadi menjelang batas akhir masa penahanannya pada Jumat (19/1).
Yoon menciptakan kekacauan di Korea Selatan pada 3 Desember lalu ketika ia mencoba menerapkan darurat militer dengan alasan menghadapi ancaman dari "elemen anti-negara." Namun, upayanya hanya bertahan enam jam setelah pasukan yang ia perintahkan gagal menghentikan parlemen untuk menolak kebijakan tersebut.
Dalam beberapa pekan berikutnya, Yoon dimakzulkan oleh parlemen dan sempat menolak penangkapan dengan bertahan di kediamannya yang dijaga ketat. Namun, akhirnya ia menjadi presiden pertama Korea Selatan yang ditahan saat masih menjabat.
Masa Penahanan Bisa Diperpanjang
Penahanan Yoon berdasarkan surat perintah yang dieksekusi dalam penggerebekan Rabu dini hari hanya berlaku selama 48 jam. Namun, penyelidik diperkirakan akan mengajukan perpanjangan selama 20 hari pada Jumat, memberikan waktu bagi jaksa untuk merampungkan dakwaan terhadapnya.
Baca Juga: Tak Cuma Mobil RI 36, Ini Fasilitas Mewah Raffi Ahmad sebagai Utusan Khusus Presiden
Yoon tengah diselidiki oleh Kantor Investigasi Korupsi (CIO) atas dugaan pemberontakan. Jika terbukti bersalah, ia bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup atau bahkan eksekusi.
Pada Jumat pagi, CIO menjadwalkan pemeriksaan terhadap Yoon, tetapi ia kembali menolak hadir. “Presiden tidak akan muncul di CIO hari ini. Ia telah menyampaikan pendiriannya kepada penyelidik pada hari pertama,” ujar pengacaranya, Seok Dong-hyeon.
Pendukung Yoon juga berkumpul di luar pengadilan tempat penyelidik diperkirakan akan mengajukan perpanjangan penahanan, berusaha menghalangi mereka dengan bergandengan tangan.
Proses Pemakzulan Berlanjut
Sebelumnya, Yoon sempat menghindari penangkapan selama berminggu-minggu dengan tetap berada di kompleks kepresidenan yang dilindungi oleh anggota setia Dinas Keamanan Presiden (PSS). Namun, ratusan penyelidik dan polisi akhirnya berhasil menangkapnya pada Rabu.
Dalam pernyataan setelah penangkapannya, Yoon menegaskan bahwa ia menyerahkan diri demi menghindari "pertumpahan darah," meski tetap mempertanyakan legalitas penyelidikan.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi tengah memutuskan apakah pemakzulan Yoon akan ditegakkan. Jika keputusan menguatkan pemakzulan, Korea Selatan harus menggelar pemilu baru dalam 60 hari.
Sidang pemakzulan masih berlangsung tanpa kehadiran Yoon, dan diperkirakan akan berjalan selama beberapa bulan ke depan.