Suara.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 6 Januari 2025 bertujuan untuk memperbaiki gizi anak sekolah dan mengatasi masalah stunting. Namun, meskipun program ini baru berjalan beberapa minggu, kajian awal menunjukkan bahwa fokus dan implementasi program belum sepenuhnya selaras dengan tujuannya.
Program ini lebih terfokus pada pemberian makan bergizi di sekolah-sekolah untuk siswa, padahal target utama untuk mengatasi stunting seharusnya adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengungkapkan sejumlah isu terkait sasaran, anggaran, dan tata kelola program yang perlu segera diperbaiki agar tujuan mengatasi stunting dapat tercapai dengan efektif.
"Kajian kami menunjukkan target sasaran dari program ini belum jelas," kata peneliti CISDI Diah Satyani Saminarsih kepada Suara.com, dihubungi beberapa waktu lalu.
Kajian yang dilakukan CISDI menyoroti bahwa untuk memperbaiki program MBG, pemerintah perlu memprioritaskan wilayah dengan tingkat stunting tertinggi, terutama di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).
Baca Juga: Puluhan Anak Muntah-muntah Diduga Keracunan usai Santap Menu MBG, Kepala BGN Lapor Prabowo
Selain itu, pengelolaan anggaran harus memastikan pemenuhan kebutuhan gizi yang tepat dan keberlanjutan program.
Meskipun program ini baru dimulai, ada ruang untuk evaluasi dan perbaikan yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah dengan menyusun petunjuk teknis yang jelas, membuka ruang konsultasi publik, serta menyiapkan instrumen untuk mengukur efektivitas program.
"Sebaiknya pemerintah berfokus untuk menyediakan petunjuk teknis, membuka ruang konsultasi publik, dan menyiapkan instrumen dan indikator untuk mengukur keberhasilan dan efektivitas program. Bila tujuan MBG adalah untuk mengatasi stunting, maka instrumen kebijakan juga perlu disesuaikan dengan tujuan tersebut," tuturnya.
Pentingnya kesesuaian antara kebijakan dan tujuan program terlihat pada aspek teknis, seperti penyajian menu makanan.
Untuk itu, petunjuk teknis yang disusun harus selaras dengan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan melibatkan lebih banyak ahli gizi dalam prosesnya.
"Contohnya, memastikan petunjuk teknis terkait penyajian menu selaras dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan, melibatkan lebih banyak ahli gizi, hingga membuat kelompok atas gugus tugas yang memang bertugas mengukur keberhasilan dan keberlanjutan program," saran Diah.